MAKALAH OBAT ANASTESI UMUM DAN LOKAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekarang ini usaha-usaha
yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dengan penggunaan
obat dalam prosedur pembedahan telah dilakukan sejak zaman kuno,
termasuk dengan pemberian ethanol dan opium secara oral. Pembuktian ilmiah
pertama dari penggunaan obat anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh William
Morton di Boston pada tahun 1846 dengan menggunakan diethyl eter.
Sedangkan istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang
artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan dahulu oleh orang Mesir
menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis Indica dan pemukulan
kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran. Sehingga dengan perkembangan teknologi
obat anestesi berkembang pesat saat ini. Obat anestesi adalah obat yang
digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi
(Kartika Sari, 2013).
Obat Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi lokal Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Anestesi umum ini digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksansia otot. Sedangkan anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversibel. Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pasca-operasi maka dokter dapat memberi anestesi lokal pada area pembedahan (Neal, 2006).
Oleh karena itu, penulis tertarik membuat makalah yang berjudul “obat-obat anestesi umum dan lokal” yang akan membahas obat anestesi umum dan lokal baik dari pengertian, klasifikasi, mekanisme kerja, aktivitas obat, kontra indikasi, farmakokinetik dan farmakodinamik, efek samping, dan syarat ideal obat-obat anestesi.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang di maksud dengan obat anestesi umum dan lokal ?
2. Apa
saja klasifikasi obat anestesi umum dan lokal ?
3. Bagaimana mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal ?
4. Bagaimana aktifitas obat anestesi umum dan lokal ?
5. Apa saja kontra indikasi obat anestesi umum
dan lokal ?
6. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik
dari obat anestesi umum dan lokal ?
7. Apa saja efek samping dari obat anestesi
umum dan lokal ?
8. Apa saja syarat ideal dari obat anestesi
umum dan lokal ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari
penulisan makalah ini adalah agar pemaca mengetahui obat-obat anestesi umum dan lokal.
2.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus makalah ini adalah:
a.
Untuk mengetahui pengertian
obat anestesi umum dan lokal
b.
Untuk mengetahui klasifikasi
dari obat anestesi umum dan lokal
c.
Untuk mengetahui mekanisme
kerja obat anestesi umum dan lokal
d.
Untuk mengetahui aktivitas
obat-obat anestesi umum dan lokal
e.
Untuk mengetahui kontra
indikasi obat anestesi umum dan lokal
f.
Untuk mengetahui farmakokinetik
dan farmakodinamik obat anestesi umum dan lokal
g.
Untuk mengetahui efek samping
obat anestesi umum dan lokal
h.
Untuk mengetahui syarat ideal
obat anestesi umum dan lokal
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Perawat
Sebagai menambah pengetahuan tentang obat-obat
anestesi umum dan lokal.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat
dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang obat-obat anestesi umum dan lokal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Anestesi
Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa
Yunani an
artinya “tidak atau
tanpa" dan aesthētos, "artinya persepsi
atau kemampuan untuk merasa". Secara umum berarti anestesi adalah suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat anestesi adalah obat
yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan
operasi (Kartika Sari, 2013).
Istilah anestesi dikemukakan
pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi
dua kelompok yaitu anestesia lokal dan anestesi umum.
1. Definisi Anestesi Umum
Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang kesadaran. Ada juga mengatakan anestesi umum adalah
keadaan tidak terdapatnya sensasi yang berhubungan dengan hilangnya kesdaran
yang reversibel (Neal, 2006).
Anestesi Umum adalah obat
yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan depresi umum dari berbagai
pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan
dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi digunakan pada pembedahan dengan maksud
mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir
reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot
(relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini
secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan
kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot (Kartika Sari, 2013).
2. Definisi Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi
secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan
lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau
dingin (Kartika Sari, 2013).
Anestesi lokal
menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan (misalnya, adanya sel
tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (misalnya, lidokain)
menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Klien akan
kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktivitas motorik, dan otonom (misalnya,
penggosongan kandung kemih). Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur
minor pada tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif,
dokter dapat memberi anestesi lokal pada area pembedahan.
B. Klasifikasi Obat Anestesi
Klasifikasi anestesi ada
dua kelompok, yaitu :
1. Anestesi Umum
Anastesi
umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat
reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Obat
anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan
yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat
anestesi yang diberikan secara intravena.
a. Obat Anestesik Gas
(Inhalasi)
Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk
induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah
sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara
efek anestesi dan efek letal cukup lebar. Obat
anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru,
masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose.
Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :
1)
Dinitrogen Monoksida
(N2O atau gas tertawa)
Dinitrogen Monoksida merupakan gas yang tidak
berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O
biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan
penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek
analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya
seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesik
maksimum ± 35% . Gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O
pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi
kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah
terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara
intermiten untuk mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan
pencabutan gigi.
2) Siklopropan
Siklopropan
merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat
daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini
mudah terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method.
Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat
(2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume,
tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan
kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan
pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya
kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan
pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi
otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi
pernafasan ringan dapat terjadi
pada anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
pada anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
b. Obat Anestesi yang Menguap
Anestetik
yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu
berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar
rendah dan relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang
baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan
terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari
kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar
disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi
dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan
anestetik yang menguap.
Umumnya
anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter misalnya
eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan,
metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen.
Contoh
obat anestesik yang menguap yaitu :
1)
Eter
Eter
merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar,
mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat sekali,
dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesik tetapi
penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi
otot karena efek sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan
hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini
meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin,
streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar
bronkus. Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil
diekskresi juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
2)
Halotan
Merupakan
cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah
meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak,
tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastik. Karet larut dalam
halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat
ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah
tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10
menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %).
Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
3)
Metoksifluran
Merupakan
cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah meledak,
tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik,
metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal
0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia.
Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak
menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita
asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi
tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran
bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan
hati.
4) Etilklorida
Merupakan
cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan mempunyai titik
didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan
pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat
terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan
waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu
etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya
digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik.
Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya
pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah
kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.
5) Trikloretilen
Merupakan
cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti kloroform,
tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan
terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic
trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya
kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan
N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam
campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi
jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor.
Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.
c. Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)
Obat
ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat dan kebanyakan obat anestetik intravena
dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling
berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. Termasuk golongan obat ini adalah:
1)
Barbiturat
Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi
(perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil
terjadi penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis
ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat sehingga respons korteks menurun.
Pada penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat pusat pernafasan di medulla
oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh
barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan
berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak menimbulkan
sensitisasi jantung terhadap katekolamin.
Barbiturat
yang digunakan untuk anestesi adalah:
a) Natrium thiopental
Dosis yang
dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari berat
badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang
dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik
sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2%
dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk
berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50
kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2
ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal
pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan
dosis 30 mg/kgBB.
b) Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi
pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan intravena secara
intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis
penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan
secara terus menerus (drip)
c) Natrium metoheksital
Dosis induksi pada
orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara intravena dengan
kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan
diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.
2) Ketamin
Merupakan
larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman.
Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja
singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah
untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan
kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan
darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin menyebabkan
reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi
terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan
dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk
induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik,
stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat
diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk
induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
3) Droperidol dan fentanil
Tersedia
dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia
neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan
secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila
sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja
(0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan
fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum
lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
4) Diazepam
Menyebabkan
tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi
tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek
penghambat neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan
untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur
dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit
kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek
anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa
pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan
untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal.
5) Etomidat
Merupakan
anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak
berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse
terus menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat
menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan
frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah
otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga
anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri
ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat
pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti
meperidin.
6) Propofol
Secara
kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa
minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian
anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti
tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai
dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80%
tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan
curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol
tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak,
dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.
2. Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau
zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan lokal
merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem Saraf Pusat dan
dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa
panas atau dingin.
Anestesi
lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh
tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk
pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Namun, banyak
juga yang menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang
menimbulkan ketidaksadaran umum (anestesi umum).
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
1.
Senyawa Ester
Adanya
ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan
inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu
golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme
dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain
dengan prokain sebagai prototip.
2.
Senyawa Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan
prilokain.
3.
Lainnya
Contohnya
fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis
anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
a) Anestesi permukaan
Sebagai
suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk
mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti
menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan
mengganggu proses penyembuhan luka.
b) Anestesi Infiltrasi
Tujuannya
untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar
jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit
dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau
gusi (pada pencabutan gigi).
c)
Anestesi Blok
Cara
ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan
terapi.
d) Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki
sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat
untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.
C. Mekanisme Kerja Obat Anestesi
1. Mekanisme Kerja
Anestesi Umum
a. Anestesi Inhalasi
Anestesi
inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron
berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan
terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas,
sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi
yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis
tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan
antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan
dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah
kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas atau uap
yang diinhalasi. Keuntungan anastetika inhalasi dibandingkan dengan
anastesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman
anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan
anastesi umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara
kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa
anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air
yang bersifat stabil
b. Anestesi Intravena
Obat-obat
intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula kerja
anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang
terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya
digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar
senyawa intravena juga sangat cepat.
Secara umum, mekanisme
kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum dibawah pengaruh protein SSP
dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin
dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian
mengakibatkan anastesia.
2. Mekanisme Kerja Anestesi Lokal
Anestesik lokal bekerja bila disuntikkan kedalam akson saraf. Anestesi lokal
melakukan penetrasi kedalam akson dalm bentuk basa larut lemak. Anestesi lokal
bersifat tergantung pemakaian artinya derajat blok porsional terhadap stimulasi
saraf. Hal ini menunjukkan bahwa makin banyak molekul obat memasuki kanal
Na+ ketika kanal-kanal terbuka menyebabkan lebih banyak
inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain seperti miokard bila
konsentrasinya dalam darah cukup tinggi namun efek sistemik utamanya mencakup
sistem saraf pusat. Adapun mekanisme kerja meliputi :
1.
Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
2.
Tempat kerja terutama di membran sel
3.
Hambat permeabilitas membran ion Na+
akibat depolarisasi menjadikan ambang rangsang membran meningkat
4.
Eksitabilitas & kelancaran hambatan
terhambat
5.
Berikatan dg reseptor yg tdpt p d ion kanal Na,
terjadi blokade sehingga hambat gerak ion via membran.
D. Aktifitas Obat Anestesi
1.
Aktifitas Obat Anestesi
Lokal
Aktifitas
obat anastesi lokal, yaitu:
a)
Mula Kerja Anestesi lokal yaitu:
Mula
kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:
1)
pKa mendekati pH fisiologis sehingga
konsentrasi bagian tak terionisasi meningkatdan dapat menembus membrann sel
saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat.
2)
Alkalinisasi anestetika local membuat
mula kerja cepat
3)
Konsentrasi obat anestetika lokal
b)
Lama kerja Anestesi lokal, yaitu:
Lama
kerja anestetika lokal dipengaruhi oleh:
1) Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor
anestetika local adalah protein
2) Dipengaruhi oleh kecepatan
absorbsi.
3) Dipengaruhi oleh banyaknya
pembuluh darah perifer di daerah pemberian.
E. Kontra Indikasi Obat Anestesi
1. Kontra Indikasi Anastesi Umum
Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ yang
mengalami kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
a. Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau
obat yang toksis terhadap hepar atau dosis obat diturunkan
b. Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium
atau menurunkan aliran darah koroner
c. Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d. Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e. Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula
darah/ hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada
diabetes karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.
2. Kontra Indikasi Anastesi Lokal
Kontra indikasi anestesi lokal
yaitu:
1) Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi
lokal yang telah diketahui. Kejadian ini mungkin
disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
2) Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau
mendukung teknik tertentu.
3) Kurangnya prasarana resusitasi.
4) Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
5) Infeksi lokal atau iskemik pada tempat suntikan.
6) Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi
lokal.
7) Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
8) Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
9) Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik
dengan antikoagulan.
10) Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu
bagi anestesi lokal untuk bekerja dengan sempurna.
11) Kurangnya kerja sama atau tidak adanya
persetujuan dari pihak penderita.
F. Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat
Anestesi
1. Farmakokinetik Anastesi Umum
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan
saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi
anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan
dan penyebaran anestetik.
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding
dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan
secara bergantian dalam membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas
dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam otak
untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat anestetik dari udara
alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini
bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang
dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian
konsentrasi (tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran
darah vena.
Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:
a) Kelarutannya
Salah satu penting faktor penting yang mempengaruhi transfer anestetik dari
paru kedarah arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah; gas
merupakan indeks kelarutan yang bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas
relative suatu obat anestetik terhadap darah dibandingkan dengan udara.
b) Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi
Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai
efek langsung terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam alveolus
maupun kecepatan peningkatan tegangan ini didalam darah arterinya.
c) Ventilasi paru-paru
Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri
bergantung pada kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya efek ini
bervariasi sesuai dengan pembagian koefisien darah; gas.
d) Aliran
darah paru
Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan mempengaruhi
transfer obat anestetik. Peningkatan aliran darah paru akan memperlambat
kecepatan peningkatan tekanan darah arteri, terutama oleh obat anestetik dengan
kelarutan drah yang sedang sampai tinggi.
e) Gradient konsentrasi arteri-vena
Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena campuran
terutama bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada jaringan
itu, yang bergantung pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.
2. Farmakdinamik Anastesi Umum
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan
meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang
rangsang, akan terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi
seperti juga intravena barbiturate dan benzodiazepine menekan aktivitas neuron
otak sehingga akson dan transmisisinaptik tidak bekerja. Kerja tersebut
digunakan pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik lebih
sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat
adalah bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan
hiperpolarisasi saraf dengan aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan
aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang rangsang.
Penilitian elektrofisiologi sel dengan menggunakan analisa patch clamp, menunjukkan bahwa pemakaian isofluran menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk mengaktifkan saluran kation yang semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada sinaps, kolinergik. Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang diperantai reseptor GABA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi, tehadap penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk memudahkan efek penghambatan GABA juga telah dilaporkan pemakaian propofol dan anestetik inhalasi lain.
Penilitian elektrofisiologi sel dengan menggunakan analisa patch clamp, menunjukkan bahwa pemakaian isofluran menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk mengaktifkan saluran kation yang semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada sinaps, kolinergik. Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang diperantai reseptor GABA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi, tehadap penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk memudahkan efek penghambatan GABA juga telah dilaporkan pemakaian propofol dan anestetik inhalasi lain.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membran protein yang spesifik. Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penilitian interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur yang nyata diantara anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini dengan dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.
3. Farmakokinetik Anastesi Lokal
Anestesi
lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang
akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak
terlalu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja
anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal
bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek
anestesinya.
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya 1/3 nya saja.
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme
dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi
metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin.
Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui
lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang
diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus
ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF
ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi
local.
2. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION.
Semakin tinggi ikatan dengan protein akan semakin lama durasi nya.
3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan
basa. Makin rendah pKa makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik
lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam
suasana asam (jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga
mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat
terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi. Kecepatan onset
anestetika lokal ditentukan oleh:
a) Kadar obat dan potensinya
b) Jumlah
pengikatan obat oleh protein dan
c) Pengikatan obat ke jaringan local
d) Kecepatan metabolisme
e) Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian
vasokonstriktor (epinefrin) ditambah
anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi
absorpsi sistemik.
4. Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk
obat anestesi lokal adalah:
a.
Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus
natrium masuk ke dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah
keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka
saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium
keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium
(sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan
istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat
ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun
mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi
local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran
dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain.
b. Aksi Terhadap Saraf
Karena
anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas
pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut
saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi
local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap
suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu.
Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri
dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor
dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:
v Efek diameter serabut
Anestesi
lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena
jarak di mana propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut
tadi (berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja
anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter
kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap
serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh
anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf,
makin terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih
besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat
serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan demikian,
serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak
bermielin.
v Efek frekuensi letupan
Alasan
penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti langsung
dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut
sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama
potensial aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor
meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang singkat
(0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang
terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini
dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada serabut A
alfa.
v Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada
sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle
dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local
diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan
tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam bundle
besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu
di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi
obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.
G. Efek Samping Obat Anestesi
1.
Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O,
halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum
yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak,
larut dalam darah, tidak meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping
minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.
Obat
bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a) Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme
laring (golongan halogen).
b) Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien
sulit tidur karena mata terus terbuka (golongan Ketamin).
c) Depresi pada susunan saraf pusat.
d) Nyeri tenggorokan.
e) Sakit kepala.
f) Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
g) Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama
ditimbulkan oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada
N2O dan eter.
h) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan,
enfluran dan isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter
juga merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
i) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor,
misalnya kloroform.
j) Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran
darah di ginjal, sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.
k) Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan
kedinginan (menggigil) pasca-bedah.
Efek samping tersebut
bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat terjadi.
Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi
dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi
yang terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien
mengenai efek samping dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh,
dan pemberian obat anestesi yang tidak melebihi dosis.
2.
Efek Samping Anestesi Lokal
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian
obat. Jika kadar obat dalam darah meningkat terlalu tinggi, maka akan
timbul efek samping pada berbagai sistem organ tubuh, yaitu:
a) Sistem Saraf Pusat
Efek
terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan
pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula
nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus
diikuti oleh depresi SSP dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi local
termasuk kokain.
Reaksi
toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang
karena kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan
hanya memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk
anestesi yang adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu
ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg
parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.
b) Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila
diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik
terhadap jaringan saraf.
c) Sistem Kardiovaskular
Efek
kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap
jantung dan membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui
saraf otonom. Anestesi lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan
aktivitas pacu jantung, eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal.
Walaupun kolaps kardiovaskular dan kematian biasanya timbul setelah pemberian
dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula terjadi dalam dosis kecil
yang diberikan secara infiltrasi.
d) Darah
Pemberian
prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan penumpukan
metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah hemoglobin
menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi
coklat.
H. Syarat-syarat Ideal Obat Anestesi
1. Syarat Ideal Anestesi Umum
Syarat Ideal anastesi umum yaitu:
a) Memberi induksi yang halus dan cepat.
b) Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
c) Timbulkan keadaan amnesia
d) Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan
otot pernafasan.
e) Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul
analgesia yang cukup untuk tempat operasi.
f) Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak
timbulkan ESO yang berlangsung lama
2. Syarat
Ideal Anestesi Lokal
Syarat-syarat ideal anestesi lokal yaitu:
a)
Tidak mengiritasi dan tidak
merusak jaringan saraf secara permanen
b) Batas keamanan harus lebar
c) Tidak boleh menimbulkan perubahan fungsi dari syaraf secara permanen.
d) Tidak menimbulkan alergi.
e) Harus netral dan bening.
f) Toksisitas harus sekecil mungkin.
g) Reaksi terjadinya hilang rasa sakiit setempat harus cepat.
h) Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan
untuk jangka waktu yang yang cukup lama
i) Dapat larut air dan menghasilkan larutan
yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anastesi umum
adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat
reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk
fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi),
obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara intravena. Anestesi
umum yang ideal akan bekerja secara tepat
dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian
dihentikan.
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin. Obat anestesi lokal dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu senyawa ester, senyawa amida dan senyawa lainnya. Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.
B. Saran
Diharapkan
makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran dan semoga bisa
menambah ilmu pengetahuan mengenai obat-obat anestesi umum dan anestesi lokal sehingga materi yang disampaikan dan dimengerti
dalam farmakologi dapat diterima dengan baik. Apabila penggunaan nya
atau pun penggunaan obat secara universal ini disalahgunakan, tentulah akibat
buruk yang akan di dapat di akhri eksperimen kita sebagai orang awam yang tak
tahu apapun tentang obat dan efek sampingnya apabila penggunaannya salah.
Post a Comment for "MAKALAH OBAT ANASTESI UMUM DAN LOKAL"