Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MAKALAH ANTI HIPERTENSI


1 Definisi
 Anti hipertensi adalah obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Hipertensi adalah suatu keadaan medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah melebihi normal.Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg.
Untuk mempermudah pembelajaran dan penanganan, hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan darah dan etiologinya
Klasifikasi
Sistol (mmHg)
Diastol (mmHg)
Normal
<120
<80
Prehipertensi
120-139
80-90
Hipertensi tingkat 1
140-159
90-100
Hipertensi tingkat 2
>160
>100
(Klasifikasi tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan JNC VII, 2003)
Berdasarkan etiologinya hipertensi dapat dibagi menjadi hipertensi esensial dan hipertensi sekunder:
  1. Hipertensi esensial/hipertensi primer/hipertensi idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas, lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya meliputi faktor genetik (kepekaan terhadap natrium, stress, dll) dan faktor lingkungan (gaya hidup, stress emosi, dll)
  2. Hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus. Dapat berupa hipertensi kardiovaskuler (peningkatan resistensi perifer akibat aterosklerosis), hipertensi ginjal (oklusi arteri renalis atau penyakit jaringan ginjal), hipertensi endokrin (feokromositoma dan sindrom Conn) dan hipertensi neurogenik (akibat lesi saraf, menyebabkan gangguan di pusat kontrol, baroreseptor atau penurunan aliran darah ke otak).
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat TD tinggi. Ini berarti TD harus diturunkan serendah mungkin yang tidak mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung, maupun kualitas hidup, sambil dilakukan pengendalian faktor-faktor resiko kardio vascular lainnya.
Manfaat terapi hipertensi yaitu menurunkan TD dengan antihipertensi (AH) telah terbukti menurunkan morbiditas dan mortalitas kardio vascular, yaitu stroke, iskemia jantung, gagal jantung kongestif, dan memberatnya hipertensi.
2  Obat Antihipertensi
Obat antihipertensi dikelompokkan menjadi
1.   Diuretik : Diuretik tiazid, Loop Diuretik, dll
2.   Antiadrenergik : antiadrenergik sentral, antriadrenergik perifer, bloker alfa dan beta.
3.   Vasodilator : penghambat ACE, Bloker pintu masuk kalsium, dan Vasodilator langsung.
Mekanisme kerja
Obat hipertensi  dan cara kerjanya dapat dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
Ø  Meningkatkan pengeluaran air dalam tubuh : Diuretika
Ø  Memperlambat kerja jantung :Beta-blokers)
Ø  Memperlebar pembuluh : Vaso dialtor langsung(di/hidralazim,minoxidil),antagonis kalsium,penghambat ACE dan AT II-blocker
Ø  Menstimulasi SSP : alfa-2 agonis sentral seperti kronidin dan moxonidin,metil-dopa,guanfanin dan resepin.
Ø  Mengurangi pengaruh SSO terhadap jantung dan pembuluh, yakni
§  Alfa-1-blockers:derivate quinazolin (prazosin, doxasosin, terazosin, alfuzosin, tamsulozin), ketanserin (ketansin), dan urapidil (ebrantil).
§  Alfa-1 dan 2-blockers : fentolamin,
§  Beta blockers : propranolol, atenolol, metoprolol, pindolol, bisoprolol,timolol, dll.
§  Alfa/beta-blockers: labetolol dan carvedilol (Eu-cardic).

Efek samping
Umum.Praktis semua obat antihipertensi menimbulkan efek samping umum, seperti hidung mampat (akibat Vasodilatasi mukosa) dan mulut kering, bradykardia (kecuali fasodilator langsung : justru tachycardia), rasa letih dan lesu, gangguan penglihatan, dan lambung-usus (mual, diare), ada kalanya impotensi (terutama obat-obat sentral).Efek-efek ini seringkali bersifat sementara yang hilang dalam waktu 1-2 minggu. Dapat dikurangi atau dihindarkan dengan cara pentakaran “menyelinap”, artinya dimulai dengan dosis rendah yang berangsur-angsur dinaikkan. Dengan demikin, penurunan TD mendadak dapat dihindarkan. Begitu pula obat sebaiknya diminum setelah makan agar kadar obat dalam plasma jangan mendadak mencapai puncak tinggi (dengan akibat hipotensi kuat). Penghentian terapi pun tidak boleh secara mendadak, melainkan berangsur-angsur untuk mencegah bahaya meningkatnya TD dengan kuat (rebound effect)
Khusus. Lebih serius adalah sejumlah besar efek samping khusus, antara lain:
·         Hipotensi ortostatis, yakni turunnya TD lebih kuat bila tubuh tegak (= ortho, Lat.) daripada dalam keadaan berbaring, dapat terjadi pada terutama simpatolitika.
·         Depresi, terutama pada obat-obat yang bekerja sentral, khususnya reserpin dan metildopa, juga pada beta-blockers yang bersifat lipofil, antara lain propra-nolol, alprenolol, dan metoprolol.
·         Retensi garam dan air, dengan bertambahnya berat badan atau terjadinya udema, anatra lain antagonis Ca, reserpin, metildopa dan hidralazin. Efek samping ini dapat diatasi degan kombinasi bersama suatu deuretikum.
·         Penurunan ratio HDL: LDL. Sejumlah obat mempengaruhi metabolisme lipida secara buruk, yakni menurunkan kadar kolesterol-HDL plasma yang dianggap sebagai faktor-pelindung terhadap penyakit jantung-pembuluh. Atau, juga meningkatkan kolesterol-LDL yang dianggap sebagai faktor risiko bagi PJP. Sifat ini telah dipastikan pada diuretika (kelompok thiazida dan klortalidon) dan pada beta-blockers, khususnya obat-obat yang tak kardioselektif atau tak memiliki ISA.

2.1 Diuretik
Obat ini menghasilkan peningkatan aliran urine (diuresis) dengan menghambat reabsorpsi natrium dan air dari tubulus ginjal. Diuretik mempunyai efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volum cairan dan merendahkan tekanan darah.
Diuretik yang meningkatkan ekskresi kalium di golongkan sebagai diuretik yang tidak menahan kalium dan diuretik yang menahan kalium disebut diuretik hemat kalium. Enam kategori diuretik yang efektif untuk menghilangkan air dan natrium adalah
1.      Tiazid dan seperti-tiazid
2.      Diuretik kuat
3.      Diuretik hemat kalium
4.      Penghambat anhidrase karbonik
5.      Diuretik osmotik
6.      Diuretik mercurial
Penjelasan masing-masing obat di atas adalah ssebagai berikut :
·         Diuretik Tiazid : menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendens ansa Henle tebal, yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium mungkin diperlukan karena efeknya yang boros kalium.
Macam-macam obat diuretik Tiazid :

1.      Hidroklorotiazid (misal Hydrodiuril)
Mekanisme kerja : Berfungsi untuk menghambat reabsorbsi natrium dan klorida dalam pars asenden ansa henle tebal dan awal tubulus distal. Hilangnya K+, Na+, dan Cl-  menyebabkan peningkatan pengeluaran urine 3kali. Hilangnya natrium menyebabkan penurunanan GFR.
Indikasi : obat awal yang ideal untuk hipertensi, edema kronik, hiperkalsiuria idiopatik digunakan untuk menurunkan pengeluaran urine pada diabetes insipidus (GFR rendah menyebabkan peningkatan reabsorbsi dalam nefron proksimal, hanya berefek pada diet rendah-garam).
Kontraindikasi : wanita hamil (kecuali jelas diindikasikan untuk edema patologi). Anuria.
Dosis : Awal: 12,5.
Maksimal: 25.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 25mg; 50mg
Efek samping : hipokalemia, hiponatremia, hiperglikemia, hiperurisemia, hiperkalsemia, oliguria, anuria, kelemahan penurunan aliran plasenta, alergi sulfonamide, gangguan saluran cerna.

·         Loop diuretik : lebih poten dibanding tiazid dan harus digunakan dengan hati-hati untuk menghindari dehidrasi. Obat-obat ini dapat menyebabkan hipoglikemia, sehingga kadar kalium harus dipantau ketat.
Macam-macam obat Loop diuretik :

1.      Furosemid (lasix)
Mekanisme Kerja : Berfungsi untuk menghambat reabsorbsi klorida dalam pars asenden ansa henle tebal. K+ banyak hilang ke dalam urine.
Indikasi : diuretik yang dipilih untuk pasien dengan GFR rendah dan kedaruratan hipertensi. Juga edema paru dan untuk mengeluarkan banyak cairan. Kadangkala digunakan untuk menurunkan kadar kalium serum.
Kontraindikasi : anuria, kekurangan elektrolit biasa.
Dosis : - biasa: Awal: 20 (1x)
Maksimal: 80
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 40mg
-    Lepas lambat : Awal: 30 (1x)
Maksimal: 60.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : kapsul 30mg
Efek samping : hiponatremia, hipokalemia, dehidrasi, hipotensi, hiperglikemia, hiperurisemia, hipokalsemia, ototoksisitas, alergi sulfonamide, hipomagnesemia, alkalosis, hipokloremik, hipovolemia.

2.      Asam Etakrinat (ethacrynat)
Mekanisme kerja : -
Indikasi : per oral untuk edema, IV untuk edema paru.
Kontraindikasi : -
Efek samping : paling ototoksi, lebih banyak gangguan saluran cerna, kecil kemungkinan menyebabkan alkalosisseperti furosemid.
Dosis : -

3.      Bumetanit (bumex)
Mekanisme Kerja : Paling poten.
Indikasi : per oral untuk edema, IV untuk edema paru.
Kontraindikasi : -
Efek Samping : serupa dengan furosemid. Ototoksisitas belum pernah dilaporkan. Dosis besar dapat menyebabkan mialgia berat.
Dosis : -

·         Diuretik Hemat Kalium : meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil mennekan kalium. Obat-obat ini dipasarkan dalam gabungan diuretik boros-kalium untuk memperkecil ketidakseimbangan kalium.
Macam-macam obat diuretik Hemat Kalium :

1.      Amilorid (midamor)
Mekanisme kerja: secara langsung meningkatkan ekskresi Na+ dan menurunkan sekresi K+ dalam tubulus kontortus distal.
Indikasi : digunakan bersama diuretik lain karena efek hemat-K+ mengurangi efek hipokalemik. Dapat mengoreksi alkalosis metabolik.
Kontaindikasi : -
Dosis: Awal: 5 (1x).
Maksimal: 10.
Frekuensi pemberian: 1-2x.
Sediaan : tablet 5 mg.
Efek samping : hiperkalemi, kekurangan natrium atau air. Pasien dengan diabetes mellitus dapat mengalami intoleransi glukosa.

2.      Spironolakton  (mis. Aldactone)
Mekanisme kerja : antagonis aldosteron (aldosteron menyebabkan retensi Na+). Juga memiliki kerja serupa dengan amilorid.
Indikasi : digunakan dengan tiazid untuk edema (pada gagal jantung kongesif), sirosis, dan sindrom nefrotik. Juga digunakan untuk mengobati atau mendiagnosis hiperaldosteronisme
Kontraindikasi : anuria, insufisiensi ginjal berat, hiperkalemia. Hindari pada pasien diabetes.
Dosis : Awal: 25 (1x).
Maksimal: 100.
Frekuensi pemberian: 1-2x.
Sediaan : tablet 25mg; 100mg
Efek samping : seperti amilorid. Juga menyebabkan ketidakseimbangan endokrin (jerawat, kulit berminyak, hirsutisme, ginekomastia).

3.      Triamterin (Dyrenium)
Mekanisme Kerja : secara lanngsung menghambat rabsorpsi Na+ serta sekresi K+ dan H+ dalam tubulus koligentis.
Indikasi : tidak digunakan unuk hiperaldoteronisme. Lain-lain seperti spironolakton.
Kontraindikasi : -
Efek samping : dapat menyebabkan urine mmenjadi biru dan menurunkan aliran darah ginjal. Lain-lain seperti amilorid.

·         Diuretik osmotik : menarik air ke urine, tanpa mengganggu sekresi atau absorpsi ion dalam ginjal.
Macam-macam obat diuretik Osmotik :

1.   Manitol (mis. Resectisol)
Mekanisme Kerja : secara osmotic menghambat reabsorpsi natrium dan air. Awalnya menaikkan volume plasma dan tekanan darah.
Indikasi : gagal ginjal akut, glaukoma sudut tertutup akut, edema otak, untuk menghilangkan kelebihan dosis beberapa obat.
Kontraindikasi : gagal jantung, hipertensi, edema paru karena peningkatan sementara tekanan darah.
Efek Samping : sakit kepala, mual, muntah, menggigil, pusing, polidipsia, letargi, kebingungan dan nyeri dada.
2.2.2 Antiadrenergik
Agonis adrenergik meningkatkan tekanan darah dengan merangsang jantung (reseptor β1) dan/atau membuat konstriksi pembuluh darah periver (reseptor α1). Pada pasien hipertensi, efek adrenergik dapat ditekan dengan menghambat pelepasan agonis adrenergik atau melakukan antagonisasi reseptor adrenergik.
Ø  Penghambat pelepasan adrenergik prasinaptik dibagi menjadi antiadrenergik “sentral” dan “periver”. Antiadrenergik sentral mencegah aliran keluar simoatis (adrenergik) dari otak dengan mengaktifkan reseptor α2 penghambat. Dengan mengurangi aliran keluar simpatis, obat- obat ini menguatkan “dominan parasimpatis”. Jadi, efek-efek yang tak diinginkan menyerupai kerja parasimpatis. Antiadrenergik periver mencegah pelesapsan norepinefrin dari terminal saraf periver (mis. Yang terkhir di jantung) obat-obat ini mengosongkan simpanan norepinefrin dalam terminal-terminal saraf.

Anti-adrenergi sentral
1.      Klonidin (catapers)
Mekanisme kerja : bekerja di otak sebagai agonis adrenergik-α2 yang menyebabkan penurunan aktifitas sistem syaraf simpatis (penurunan frekuensi jantung, curah jantung dan tekanan darah)
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : hipersensitifitas terhadap klonidin
Dosis : Awal: 0,075.
Maksimal: 0,6.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 0,75mg; 0,,15mg
Efek samping : ruam, mengantuk, mulut kering, konstipasi, sakit kepala, gangguan ejakulasi. Hipertensi balik bila dilakukan mendadak. Untuk membatasi toksisitas, mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan perlahan.

2.      Metil dopa (aldomet)
Mekanisme kerja : seperti klonidin juga, disintesis menjadi metil norepi nefrin yang bekerja sebagai “neurotransmiter palsu” simpatomimetik lemah yang menurunkan aliran keluar simpatis dari SSP.
Indikasi : seperti klonidin. Untuk mengobati hipertensi pada wanita hamil
Kontra indikasi : jika terjadi tanda-tanda gagal jantung ( disebabkan retensi cairan akibat aliran darah ginjal menurun), hentikan obat. Dikontra indikasikan untuk pasien fungsi hepar buruk.
Dosis : Awal: 250.
Maksimal: 1000.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 125mg; 150mg
Efek samping : mulut kering, sedasi, hipotensi ortostatik ringan. Beberapa pasien mengalami impotensi, gangguan psikis, mimpi buruk, gerakan infoluntar, atau hepatotoksisitas.

3.      Guanabenz (wytensin)
Mekanisme kerja : seperti klonidin. Juga mengosongkan simpanan norepinefrin pada terminal syaraf adrenergik perifer.
Indikasi : hipertensi ringan sampai ringan
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal: 0,5.
Maksimal: 2.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1mg
Efek samping : mulut kering, segrasi, hipertensi balik lebih jarang.
Anti-adrenergik perifer
1.         Reserpin (serpasil)
Mekanisme kerja : sebagian mengosongkan simpanan katekolamin pada sistem syaraf perifer dan mungkin pada SSP. Menurunkan resistensi perier total, frekuensi jantung, dan curah jantung.
Indikasi : jarang digunakan untuk hipertensi ringan sampai sedang. Tidak dianjurkan lagi pada kelainan psikiatri
Kontra indikasi : karena “dominan para simpatik”, dikontra indikasikan pada pasien dengan gagl jantung kongestif, asma, bronkitis, penyakit ulkus peptikum. Pasien dengan riwayat keluarga depresi.
Dosis : Awal: 0,05.
Maksimal: 0,25.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 0.1 mg; 0,25 mg
Efek samping : “dominan parasimpatik”(bradikardi, diare, brankokonstriksi, peningkatan sekresi), penurunan kontraktilitas dan curah jantung, hipotensi postural (mengosongkan norepinefrin sehingga menghambat faso konstriksi ), ulkus peptikum, sedasi dan depresi bunuh diri, gangguan ejakulasi, ginekomastia. Resiko hiperten balik rendah karena durasi kerja lama.

2.      Guanetidin (esimel)
Mekanisme kerja : ditempatkan kedalam ujung saraf adrengik. Awalnya melepaskan norepinetrin (meningkatkan tekanan darah dan frekwensi jantung), lalu mengosongkan noretinefrin dari terminal dan menggangu pelepasannya. Kemudian tidak terjadi refllek takikardi karena kosongnya norepinamin.
Indikasi : hipertensi berat jika obat lain gagal. Jarang digunakan.
Kontraindikasi : pasien dengan fokromositoma akan mengalami hipertensi berat.
Dosis : Awal: 10.
Maksimal: 50.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 10 mg; 25 mg
Efek samping : peningkatan awal frekwensi jantung dan tekanan darah (disebabkan pelepasan norepinefrin). Hipotensi ortostatik dan saat istirahat. Brakikardi, menrunnya curah jantung, dispnea pada pasien PPOM, kongesti hidung berat. Tidak ada depresi (penetrasi SSP sedikit).

3.      Guanadriel (hylorel)
Mekaniosme kerja : seperti guanetidin, tapi bekerja lebih cepat, melepaskan norepinefrin pada awalnya (peningkatan sementara tekanan darah), dan mempunyai aktifitas SSP sedikit.
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang.
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal:10.
Maksimal: 50.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10 mg; 25 mg
Efek samping : seperti guanetidin, tetapi kurang berat.

4.      Pargilin (eutonyl)
Mekanisme kerja : menghambat monoamin oksidase dalam saraf adrenergik. Menghambat pelepasan norepinefrin.
Indikasi : karena efek BERBAHAYA, obat ini merupakan obat anti hipertensi pilihan terakhir.
Kontra indikasi : karena pargilin meningkatkan aktifitas simpatis, berbahaya bila diberikan simpatomimetik lansung atau antikolinergik dalam 2 minggu pargyline.
Dosis : -
Efek samping : efek yang mengancam jiwa (stroke, frisis hipertensi, infark miokardial, aritmia) dapat terjadi bila diminum bersama makanan (produk fermentasi, keju) dan obat-obat (pil diet, obat-obat flu) yang mengandung simpatomimetik.


Ø  Blockers alfa dan beta bersaing dengan agonis endogen memperebutka reseptor adrenergik. Penempatan reseptor α1 oleh antagonis menghambat vasekonstriksi dan penempatan reseptor β1 mencegah perangsangan adrenergik pada jantung.

Blockers α1  atau β1 selektif sekarang menggantikan blocker β nonspesifik, karena efek yang tidak diinginkan lebih sedikit. Beberapa blocker β memiliki aktivitas simpatomimetik intriksi (bekerja sebagai agonis lemah pada beberapa reseptor adrenergik). Obat-obat ini merangsang reseptor β2, yang menurunkan kemungkinan timbaulnya hipertensi balik (reflek simpatis untuk menurunkan tekanan darah). Reseptor β2 yang diaktifkan melebarkan arteri-arteri sentral besar yang menyimpan cadangan darah.
Macam-macam bloker alfa dan beta :

1.      Prazosin (minipress)
Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun vena.
Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal: 0,5 (1x).
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping : hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak dan hebat. Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien hipertensi) memperburuk episode hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk, disfungsi seksual dan letargi.

2.      Terazosin (Hytrin)
Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun vena.
Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal: 1-2.
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping : hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak dan hebat. Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien hipertensi) memperburuk episode hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk, disfungsi seksual dan letargi.

3.   Doxazosin (cardura)
Mekanisme kerja : antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun vena.
Indikasi : hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal: 1-2.
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping : hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak dan hebat. Kekurangan natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien hipertensi) memperburuk episode hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk, disfungsi seksual dan letargi.

4.      Labetalol (mis. trandate)
Mekanisme kerja : memblok α1, β1 dan β2. Mencapai tekanan darah yang lebih rendah (α1) tanpa refeleks takikardi (blokade β1).
Indikasi : hipertensi.
Kontr indikasi : pada pasien dengan asma atau bradikardi efek.
Dosis : Awal: 100.
Maksimal: 300.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 100 mg
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung. Kelelahan, impoten, diare, mati rasa, hipotensi ortostatik.

5.      Atenolol (tenormin)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 25.
Maksimal: 100.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 50 mg; 100 mg
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

6.      Betaksolol (kerlole)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : -
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

7.      Karteolol (cartlol)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 2,5.
Maksimal: 10.
Frekuensi pemberian: 2-3x.
Sediaan : tablet 5 mg
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

8.      Penbutolol (levatol)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : -
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

9.   Metaprolol (lopressor)
Mekanisme kerja : terutama memblok reseptor adrenergik β1 . menurunkan frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Efek bronkokonstriksi kurang di banding zat-zat yang berikatan dengan reseptor β2.
Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : - biasa : Awal: 50.
Maksimal: 200.
Frekuensi pemberian: 1-2x.
Sediaan : tablet 50 mg; 100 mg
-          Lepas lambat : Awal: 100.
Maksimal: 200.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 100 mg
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

10.     Asebutolol (sectral)
Mekanisme kerja : mempunyai beberapa aktifitas sintatonimetik juga aktifitas pemblokan β1.
 Indikasi : terpi awal yang baik untuk hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 200.
Maksimal: 800.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : kapsul 200 mg, tablet 400 mg
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

11.     Esmolol (brevibloc)
Mekanisme kerja : serupa dengan atenolol (tidak ada aktifitas simpatonimetik).
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : -
Efek samping : lebih jauh menekan gagal jantung, depresi dan sedasi SSP.

12.     Propanolol (mis. Inderal)
Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik β1 dan β2. Menurunkan frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Bronkokonstriksi melalui antagonisme reseptor β2
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 40.
Maksimal: 160.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10 mg, 40 mg
Efek samping : hipertyensi sementara akibat antagonisme reseptor akibat antagonisme reseptor β2 (yang mendilatasi arteri besar) dan respons reflek terhadap penurunan curah jantung, bronkospasme, lain-lain seperti atenolol.

13.  Nadolol (corgard)
Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik β1 dan β2. Menurunkan frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Bronkokonstriksi melalui antagonisme reseptor β2
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 20.
Maksimal: 160.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 40 mg, 80 mg
Efek samping : hipertyensi sementara akibat antagonisme reseptor akibat antagonisme reseptor β2 (yang mendilatasi arteri besar) dan respons reflek terhadap penurunan curah jantung, bronkospasme, lain-lain seperti atenolol.

14.  Timolol (blokadren)
Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik β1 dan β2. Menurunkan frekwensi jantung dan curah jantung dan ↓ pelepasan renin. Bronkokonstriksi melalui antagonisme reseptor β2
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 20.
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10 mg, 20 mg
Efek samping : hipertyensi sementara akibat antagonisme reseptor akibat antagonisme reseptor β2 (yang mendilatasi arteri besar) dan respons reflek terhadap penurunan curah jantung, bronkospasme, lain-lain seperti atenolol.

15.  Pindolol (visken)
Mekanisme kerja : mempunyai beberapa aktifitas simpatomimetik intrinsik juga aktifitas pemblokan β1 dan β2.
Indikasi : kadiosupresi pada infark miokard akut dan angina tak stabil.
Kontra indikasi : diabetes berat, bradikardi, blok jantung parsial, gagal jantung, asma, emfisema.
Dosis : Awal: 5(1x).
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 5 mg, 10 mg
Efek samping : aktivitas simpatomimetik Intrinsik menurunkan kemungkinan hipertensi balik (dengan mendilatasi arteri besar melalui β2). Atau bronkospasme.
2.2.3 Vasodilator
Tabel terdahulu menyajikan obat-obatan yang menyebabkan fase dilatasi dengan memblok vasokonstriksi yang di perantarai oleh a1. Vasedilatasi juga dapat diinduksi dengan menghambat vasokonstriktor endogen lain atau dengan mengaktifkan jalur vasodilatasi. Contoh vasodilator anatra lain:
Ø  Penghambat angiotensin convertin enzyme (ACE)  menekan sintesis angiotensis II, suatu vasokonstriktor poten. Selain itu, penghambat ACE dapat menginduksi pembentukan vasodilator dalam tubuh.
Contoh obat:
1.      Kaptopril (Capoten).
Mekanisme kerja:        Menghambat ACE pada paru-paru, yang mengurangi sintesis vasokonstriktor, angiotensin II. Menekan aldosteron, mengakibatkan natrioresis. Dapat merangsang produksi vasodilator (bradikinin, prostaglandin).
Indikasi:          Hipertensi. Terutama berguna untuk hipertensi dengan rennin tinggi. Obat yang disuplai untuk pasien hipertensi nefropati diabetic karena kadar glukosa tidak dipengaruhi. Gagal jantung digunakan dengan diuretik digitalis.
Kontraindikasi : -
Dosis : Awal: 25.
Maksimal: 100.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 12,5mg; 25mg; 50mg
Efek samping: Semua penghambat ACE: dosis pertama hipotensi, pusing, proteinuri, ruam, takikardi, sakit kepala. Kaptopril jarang menyebabkan agranulosikosis atau neutropeni.

2.      Lisinopril (missal: Prinivil).
Mekanisme kerja : sama dengan kaptopril
Indikasi : sama dengan kaptopril
Kontraindikasi : sama dengan kaptopril
Dosis : Awal: 5.
Maksimal: 20.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 5mg; 10mg, 20mg
Efek samping : sama dengan kaptopril.

3.      Ramipril (Altase)
Benazepril (Lotensin).
Fosinopril.
Mekanisme kerja : sama dengan kaptopril
Indikasi : sama dengan kaptopril
Kontraindikasi : sama dengan kaptopril
Dosis : Ramipril (Altase) : Awal: 1,25.
Maksimal: 5.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1,25mg; 2,5mg, 5mg
Benazepril (Lotensin) : Awal: 10.
Maksimal: 20.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10mg
Fosinopril. : Awal: 10.
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 10mg
Efek samping : sama dengan kaptopril.
4.      Enalapril (Vasotec).
Mekanisme Kerja : dikonversi menjadi asam enaloprilat yang bekerja seperti kaptopril.
Indikasi : hipertensi ringan sampai berat dan hipertensi renovaskuler, gagal jantung (diuretic dan digitalis).
Kontraindikasi : -
Dosis : Awal: 5.
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 1-2x.
Sediaan : tablet 5mg; 10mg
Efek Samping : -

Ø  Blockers pintu masuk kalsium mencegah influks kalsium kedalam sel-sel otot dinding pembuluh darah. Otot polos memutuhkan influks kalsium ekstra sel untuk kontraksinya. Blokade influk kalsium mencegah kontraksi, yang menyenbabkan vasodilatasi. Otot polos juga menyebabkan propulsi pada saluran cerna. Penghambatan propulsi oleh blockers saluran kalsium menyebabkab konstipasi, efek samping yang tercapai pada terapi blockers saluran kalsium. Otot jantung dan jaringan penghantar tergantung pada influks natrium cepat dan influk kalsium lamabat melalui saluarn-saluran yang terpisah untuk kontraksinya. Saluran kalsium lambat terutama penting pada nodus S-A dan A-V. Blokade saluran-saluran ini memperlambat jantung. Kontraksi otot skelet diinduksi oleh influks cepat natrium, yang memicu pelepasan kalsium dari retikulim sarkoplasma. Karena sel-sel ini tidak membutuhkan kalsium ekstrasel untuk kontraksinya, blockers saluran kalisum tidak mempengaruhi otot skelet.
Contoh Obat :
1.      Verapamil (isopten)
Mekanisme Kerja : memblok influks kalsium. Mendilatasi arteriol perifer, menurunkan beban akhir. Memperlambat nodus A-V, mencegah irama reentrant, melindungi miokardium selama iskemia singkat. Mempunyai aktivitas pemblokan adrenergik alfa.
Indikasi : mengurangi frekuensi angina dan kebutuhan nitrat. Obat terpilih untuk takikardi supraventrikular paroksismal akut. Memperlambat respon ventrikel terhadap fibrilasi atrium. Hipertensi.
Kontraindikasi : pasien dengan digitalis atau bloker B4. Blok nodus A-V, sick sinus sindrom, syok kardiogenik, gagal jantung, hipotensi..
Dosis : Awal: 80.
Maksimal: 320.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 80 mg
Efek samping : konstipasi, hipotensi, bradikardi, edema, gagal jantung kongestif, blok nodus A-V, gangguan saluran cerna, pusing.
2.      Diltiazen (cardizem)
Mekanisme Kerja : penurunan frekuensi jantung kurang nyata. Menurunkan beban akhir dengan mendilatasi arteri perifer. Meningkatkan pasokan oksigen ke miokardium ddengan mencegah spasme arteri koroner yang diindiksi saraf simpatis.
Indikasi : mengurangi episode angina. Meningkatkan toleransi latihan anti-angina stable. Juga digunakan sebagai anti hipertensi.
Kontraindikasi : blok nodus A-V sick sinus sindrom, hipotensi serta kongesti paru.
Dosis : - biasa : Awal: 90.
Maksimal: 360.
Frekuensi pemberian: 3x.
Sediaan : tablet 30mg, 60mg
-          Lepas lambat : Awal: 180.
Maksimal: 360.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 90mg, 180mg
Efek samping : edema, sakit kepala, pusing, astenia, mual, ruam.
3.      Nifedipin (Procardia)
Mekanisme kerja : vasodilatasi perifer lebih poten. Sedikit depresi nodus. Tidak mendilatasi arteri koroner. Menyebabkan reflek peningkatan frekuensi dan curah jantung.
Indikasi : angina stable dan vvarian, hipertensi.
Kontraindikasi : hipotensi.
Dosis : - biasa : Awal: 15.
Maksimal: 30.
Frekuensi pemberian: 3x.
Sediaan : tablet 5mg; 10mg
-          Retard : Awal: 20.
Maksimal: 40.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 10mg, 20mg
-          Oros : Awal: 30.
Maksimal: 30.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 30mg
Efek samping : edema perifer , pusing, mual, hipotensi, infark miokard, reflek takikardi edema paru.
4.      Nikardipin (cardene)
Mekanisme Kerja : serupa dengan nifedifin
Indikasi : angina stable, kronik. Hipertensi.
Kontraindikasi : hipotensi
Dosis : - biasa : Awal: 60.
Maksimal: 120.
Frekuensi pemberian: 3x.
Sediaan : tablet 20mg
-          Lepas lambat : Awal: 80.
Maksimal: 160.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : kapsul 40mg
Efek samping  edema perifer, palpitasi, angina, pusing, sakit kepala, kemerahan, astenia.

5.      Isradipin (dynacric)
Mekanisme Kerja : secara selektif menghambat kontraksi otot polos vaskuler dan konduksi nodus S-A dengan sedikit efek kontraktilitas jantung atau konduksi nodus A-V.
Indikasi : angina hipertensi.
Kontraindikasi : -
Dosis : Awal: 2,5.
Maksimal: 10.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 2,5mg
Efek samping : takikardi, sakit kepala, edema perifer, dan kemerahan.

6.      Nimodipin (nimotop)
Mekanisme Kerja : bloker pintu masuk kalsium dengan efek paling besar pada vasodilatasi arteri serebral.
Indikasi : mengurangi kerusakan SSP yang disebabkan oleh vasospasme setelah perdarahan subaraknoid.
Kontraindikasi : -
Efek samping : karsinogenik dan teratogenik pada hewan percobaan. Paling sering sakit kepala dan diare.

7.      Bepridil (vascor)
Mekanisme kerja : sedikit vasodilatasi. Mengurangi frekuensi dan kontraktilitas. Memperlambat konduksi.
Indikasi : angina, bila obat lain gagal. Tidak diindikasikan untuk hipertensi.
Kontraindikasi : pernah aritmia ventrikel.
Dosis : -
Efek samping : takikardi, ventrikel, aritmia, sakit kepala, mual, pusing.

8.      Felodipin (plendil)
Mekanisme Kerja : cakupan efek masih diteliti.
Indikasi : hipertensi.
Kontraindikasi : -
Dosis : Awal: 5.
Maksimal: 10.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 5mg; 10mg

Efek samping : edema perifer, kemerahan, sakit kepala, pusing.
Ø  Vasodilator langsung merelaksasi sel-sel otot polos yang mengelilingi pembuluh darah dengan mekanisme yang belum jelas, tetapi mungkin melibatkan pembentukan nitrik oksida oleh indotel vaskular.

Post a Comment for "MAKALAH ANTI HIPERTENSI"