KOMPLIKASI DAN PENYAKIT DALAM MASA NIFAS SERTA PENANGGULANGAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator utama derajat
kesehatan masyarakat dan ditetapkan sebagai salah satu tujuan Millenium
Development Goals (MDGs). AKI Indonesia diperkirakan tidak akan dapat mencapai
target MDG yang ditetapkan yaitu 102 per 100 000 kelahiran hidup pada tahun
2015. Kematian ibu akibat kehamilan, persalinan dan nifas sebenarnya sudah
banyak dikupas dan dibahas penyebab serta langkah‐langkah
untuk mengatasinya. Meski demikian tampaknya berbagai upaya yang sudah
dilakukan pemerintah masih belum mampu mempercepat penurunan AKI seperti
diharapkan. Pada Oktober yang lalu kita dikejutkan dengan hasil perhitungan AKI
menurut SDKI 2012 yang menunjukkan peningkatan (dari 228 per 100 000 kelahiran
hidup menjadi 359 per 100 000 kelahiran hidup). Diskusi sudah banyak dilakukan
dalam rangka membahas mengenai sulitnya menghitung AKI dan sulitnya
menginterpretasi data AKI yang berbeda‐beda
dan fluktuasinya kadang drastis. (Depkes, 2013)
Masa nifas (puerpurium) adalah dimulai setelah plasenta
lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu. (Prawirohardjo, 2002).
Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6
minggu. Selama masa ini, saluran reproduktif anatomi kembali ke keadaan tidak
hamil yang normal. (Obstetri William).
Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai
dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil.
Lama masa nifas 6-8 minggu. (Sinopsis Obstetri).
Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60%
kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa
nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan, diantaranya disebabkan
oleh adanya komplikasi masa nifas. Selama ini perdarahan pasca persalinan
merupakan penyebab kematian ibu, namun dengan meningkatnya persediaan darah dan
system rujukan, maka infeksi menjadi lebih menonjol sebagai penyebab kematian
dan morbiditas ibu.
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus
genetalis setelah persalinan. Suhu 38 °C atau lebih yang terjadi antara hari ke
2-10 postpartum dan diukur peroral sedikitnya empat kali sehari. Istilah infeksi
nifas mencakup semua peradangan yangdisebabkan oleh mesuknya kuman-kuman
kedalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas. Infeksi nifas pada
awalnya adalah penyebab kematian maternal yang paling banyak,namun dengan
kemajuan ilmu kebidanan terutama pengetahuan tentang sebab-sebab infeksi nifas,
pencegahan dan penemuan obat-obat baru dari itulah dapat diminimalisir
terjdinya infeksi nifas.
Dari itulah seorang bidan perlu mengetahui tentang infeksi
nifas, mulai dari apa itu infeksi nifas, bagaimana penyebab terjadinya
infeksinya, pencegahanya dan pengobatan dari infeksi nifas tersebut. Hal ini
ditujukan untuk terwujudnya persalinan yang aman asuhan nifas yang higienis
sehingga komplikasi pada masa nifas tidak lagi terjadi.
1.2 Tujuan Penulisan
Mengetahui berbagai komplikasi dan penyulit dalam masa nifas
serta penanganan yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka kematian ibu dan
bayi dalam masa nifas.
1.3 Manfaat Penulisan
a. Bagi Pendidikan
1. Pendidikan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan
terutama pada asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengenai
komplikasi dan penyakit dalam masa nifas serta penanganannya dengan teori yang
terbaru dan penatalaksanaan sesuai teori.
2. Pendidikan mampu menjadi bahan acuan untuk penulisan
selanjutnya yang berkaitan dengan asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal
dan neonatal mengenai komplikasi dan penyakit dalam masa nifas serta
penanganannya dengan teori yang terbaru dan penatalaksanaan sesuai teori.
b. Bagi Klien/Masyarakat
1. Memberikan asuhan kebidanan kegawatdaruratan
maternal dan neonatal mengenai komplikasi dan penyakit dalam masa nifas sesuai
kebutuhan ibu dan bayi.
2. Menghindari pencegahan yang memicu terjadinya
komplikasi dan penyakit yang berkaitan dengan masa nifas pada ibu dan bayi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. INFEKSI
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan
alat-alat genitalia dalam masa nifas. Masuknya kuman-kuman dapat terjadi dalam
kehamilan, waktu persalinan, dan nifas. Demam nifas adalah demam dalam masa
nifas oleh sebab apapun. (Rustam Mochtar, 1998)
Morbiditas puerpuralis adalah kenaikan suhu badan sampai
38oC atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama postpartum, kecuali pada
hari pertama. Suhu diukur 4 kali secara oral. (Rustam Mochtar, 1998)
2.1.2. ETIOLOGI
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan,
seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen ( kuman masuk dari tempat
lain dalam tubuh), dan endogen ( dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang
terbanyak dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen
sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antaralain
adalah:
1) Streptococcus Haemoliticus Aerobik
Masuk secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang
ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan
penolong, dan sebagainya.
2) Staphylococcus Aureus
Masuk secara eksogen, infeksi sedang, banyak ditemukan
sebagai penyebab infeksi di Rumah Sakit.
3) Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum, menyebabkan
infeksi terbatas.
4) Clostridium Welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan
pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar Rumah Sakit.
Cara terjadinya infeksi:
a) Manipulasi penolong yang tidak suci hama, atau
pemeriksaan dalam yang berulang-ulang dapat membawa bakteri yang sudah ada ke
dalam rongga rahim.
b) Alat-alat yang tidak suci hama.
c) Infeksi droplet, sarung tangan dan alat-alata
terkena infeksi kontaminasi yang berasal dari hidung, tenggorokan, dari
penolong dan pembantunya atau orang lain.
2.1.3. PREDISPOSISI
a. Partus lama, partus terlantar, dan ketuban pecah
lama.
b. Tindakan obstetri operatif baik pervaginam maupun
perabdominal.
c. Tertinggalnya sisa-sisa uri, selaput ketuban, dan
bekuan darah dalam rongga rahim.
d. Keadaan-keadaan yang menurunkan daya tahan seperti
perdarahan, kelelahan, malnutrisi, pre-eklamsi, eklamsi, dan penyakit ibu
lainnya (penyakit jantung, TBC paru, pneumonia, dll).
2.1.4. KLASIFIKASI
1) Infeksi terbatas lokalisasinya pada perineum, vulva,
serviks, dan endometrium.
2) Infeksi yang menyebar ke tempat lain melalui: pembuluh
darah vena, pembuluh limfe dan endometrium.
2.2. METRITIS
2.2.1. Pengertian
Metritis adalah inspeksi uterus setelah persalinan yang
merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat
atau kurang adekuat dapat menjadi abses pelvic yang menahun, peritonitis, syok
septik, thrombosis yang dalam, emboli pulmonal, infeksi felvik yang menahun,
dispareunia, penyumbatan tuba dan infertilitas.
2.2.2 Tanda gejala yang selalu ada, antara lain:
1. Demam menggigil
2. Nyeri perut bawah
3. Lokea berbau nanah
4. Uterus nyeri tekan
2.2.3 Tanda gejala kadang-kadang ada, antara lain:
1. Perdarahan pervagina
2. Syok
2.2.4 Penanganan yang dilakukan untuk metritis,
antara lain:
a. Berikan transfusi bila dibutuhkan atau jika ada
perdarahan
b. Berikan antibiotika broadspektrum dalam dosis yang
tinggi
c. Pertimbangkan pemberian antitetanus profilaksis
d. Bila dicurigai sisa plasenta lakukan pengeluaran
(digital atau dengan kuret yang bener)
e. Bila ada pus lakukan drainase (kalau perlu
kolpotomi), ibu dalam posisi fowler.
f. Bila tak ada perbaikan dengan pengobatan
konservatif dan ada tanda peritonitis generalisata lakukan laparatomi dan
keluarkan pus. Bila pada evaluasi uterus nekrotik dan septic lakukan
histerektomi subtotal.
2.3. BENDUNGAN PAYUDARA
2.3.1 Pengertian
Peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka
mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi dari
saluran sistem laktasi.
Bendungan terjadi akibat bendungan berlebihan pada limfatik
dan vena sebelum laktasi. Payudara bengkak disebabkan karena menyusui yang
tidak kontinyu, sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah duktus. Hal ini dapat
terjadi pada hari ke tiga setelah melahirkan. Selain itu, penggunaan bra yang
ketat serta keadaan puting susu yang tidak bersih dapat menyebabkan sumbatan
pada duktus.
2.3.2 Gejala umum
Perlu dibedakan antara payudara bengkak dengan payudara
penuh. Pada payudara bengkak: payudara odem, sakit, puting susu kencang, kulit
mengkilat walau tidak merah, dan ASI tidak keluar kemudian badan menjadi demam
setelah 24 jam. Sedangkan pada payudara penuh: payudara terasa berat, panas dan
keras. Bila ASI dikeluarkan tidak ada demam.
2.3.3 Tanda gejala selalu ada
a. Buah dada nyeri dan bengkak.
b. 3-5 hari nifas.
2.3.4. Tanda gejala kadang-kadang ada :
a. Buah dada bengkak
b. Kedua buah dada terkena
2.3.5. Pencegahan
a. Menyusui bayi segera setelah lahir dengan posisi
dan perlekatan yang benar.
b. Menyusui bayi tanpa jadwal (nir jadwal dan on
demand).
c. Keluarkan ASI dengan tangan/pompa bila produksi
melebihi kebutuhan bayi.
d. Jangan memberikan minuman lain pada bayi.
e. Lakukan perawatan payudara pasca persalinan
(masase, dan sebagainya).
2.3.6. Penanganan:
Bila ibu menyusui bayinya:
a. Susukan sesering mungkin
b. Kedua payudara disusukan
c. Kompres hangat payudara sebelum disusukan
d. Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara
lebih lembek, sehingga lebih mudah memasukkannya ke dalam mulut bayi.
e. Bila bayi belum dapat menyusu, ASI dikeluarkan dengan
tangan atau pompa dan diberikan pada bayi dengan cangkir/sendok.
f. Tetap mengeluarkan ASI sesering yang diperlukan
sampai bendungan teratasi.
g. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberi kompres
hangat dan dingin.
h. Bila ibu demam dapat diberikan obat penurun demam dan
pengurang sakit.
i. Lakukan pemijatan pada daerah payudara yang bengkak,
bermanfaat untuk membantu memperlancar pengeluaran ASI.
j. Pada saat menyusui, sebaiknya ibu tetap rileks.
k. Makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan
tubuh dan perbanyak minum.
l. Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral
setiap 4 jam
m. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi
hasilnya.
Bila ibu tidak menyusui:
a. Sangga payudara
b. Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi
pembengkakan dan rasa sakit
c. Bila diperlukan berikan paracetamol 500 mg per oral
setiap 4 jam
d. Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada
payudara.
2.4. INFEKSI PAYUDARA
2.4.1 Pengertian
Mastitis termasuk salah satu infeksi payudara. Mastitis
adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang
disebabkan oleh kuman terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting
susu atau melalui peredaran darah. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi,
sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Infeksi
terjadi melalui luka pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran
darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa menjadi fatal bila tidak diberi tindakan
yang adekuat. Abses payudara, penggumpalan nanah lokal di dalam payudara,
merupakan komplikasi berat dari mastitis.
2.4.2 Faktor Risiko
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko
mastitis, yaitu :
1. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis
dari pada wanita di bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
2. Paritas
Mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.
3. Serangan sebelumnya.
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini
merupakan akibat teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
1. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis,
walupun penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko.
2. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor
predisposisi terjadinya mastitis. Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan
selenium dapat mengurangi resiko mastitis.
3. Faktor kekebalan dalam ASI
2.4.3 Etiologi
Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi.
Statis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau
menyebabkan infeksi.
1. Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien
dari payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah
melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang
buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi
menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan
menyusui untuk kembar dua/lebih.
2. Infeksi
Organismen yang paling sering ditemukan pada mastitis dan
abses payudara adalah organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus albus. Escherichia coli dan Streptococcus kadang-kadang juga
ditemukan. Mastitis jarang ditemukan sebagai komplikasi demam tifoid.
2.4.4 Patofisiologi
Stasis ASI peningkatan tekanan duktus jika ASI tidak segera
dikeluarkanàpeningkatan tegangan alveoli yang berlebihanàsel epitel yang memproduksi
ASI menjadi datar dan tertekanàpermeabilitas jaringan ikat meningkatàbeberapa
komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke
dalam ASI dan jaringan sekitar selàmemicu rrespon imunàrespon
inflmasiàkerusakan jaringanàmempermudah terjadinya infeksi (Staohylococcus
aureus dan Sterptococcus) dari port d’ entry yaitu: duktus laktiferus ke lobus
sekresi dan putting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus/ periduktal dan
secara hematogen.
2.4.5 Manifestasi Klinis
1. Gejala mastitis infeksiosa
a. Lemah, mialgia, nyeri kepala seperti gejala flu dan
ada juga yang di sertai takikardia
b. Demam suhu > 38,5 derajat celcius
c. Ada luka pada puting payudara
d. Kulit payudara kemerahan atau mengkilat
e. Terasa keras dan tegang
f. Payudara membengkak, mengeras, lebih hangat,
kemerahan yang berbatas tegas
g. Peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau
menyusu karena ASI yang terasa asin
2. Gejala mastitis non infeksiosa
a. Adanya bercak panas/nyeri tekan yang akut
b. Bercak kecil keras yang nyeri tekan
c. Tidak ada demam dan ibu masih merasa naik-baik
saja.
2.4.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala klinis yang
diperoleh dari anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
2.4.7 Diagnosis Banding
a. Mastitis infeksiosa
b. Mastitis non infeksiosa
2.4.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Lab darah
b. Kultur kuman
c. Uji sensitifitas
d. Mammografi
e. USG payudara
2.4.9 Tatalaksana
Pencegahan
1. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
a. Menyusui sidini mungkin setelah melahirkan
b. Menyusui dengan posisi yang benar
c. Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif
d. Makan dengan gizi yang seimbang
2. Hal-hal yang menganggu proses menyusui, membatasi,
mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis ASI antara lain:
a. Penggunaan dot
b. Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan
pertama
c. Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara
pertama sebelum ia siap untuk menghisap payudara yang lain.
d. Beban kerja yang berat atau penuh tekanan
e. Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang
malam
f. Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau
penyebab lain.2. Penatalaksaan yang efektif pada payudara yang penuh dan
kencang
3. Hal-hal yang harus dilakukan yaitu :
a. Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada
payudara oleh bayinya untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka
pada punting susu.
b. Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin
dan selama bayi menghendaki tanpa batas.
c. Perawatan payudara dengan dikompres dengan air
hangat dan pemerasan ASI3. Perhatian dini terhadap semua tanda statis ASI
4. Ibu harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya
benjolan, nyeri/panas/kemerahan :
a. Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko,
seperti kealpaan menyusui.
b. Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit
kepala.
5. Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut,
maka ibu perlu untuk :
a. Beristirahat, di tempat tidur bila mungkin.
b. Sering menyusui pada payudara yang terkena.
c. Mengompres panas pada payudara yang terkena,
berendam dengan air hangat/pancuran.
d. Memijat dengan lembut setiap daerah benjolan saat
bayi menyusui untuk membantu ASI mengalir dari daerah tersebut.
e. Mencari pertolongan dari nakes bila ibu merasa
lebih baik pada keesokan harinya.
Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
6. Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui
setiap saat ibu mengalami kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti
:
a. Nyeri/puting pecah-pecah
b. Ketidaknyaman payudara setelah menyusui
c. Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung
puting ketika bayi melepaskan payudara)
d. Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang
atau lama
e. Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya,
menganggap ASInya tidak cukup
f. Pengenalan makanan lain secara dini
g. Menggunakan dot
7. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara
menyeluruh dan sering sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit
dini, diikuti dengan rawat gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting untuk
mengurangi infeksi rumah sakit.
Penanganan
Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah :
1. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling nyeri dan membuat
frustasi, dan membuat banyak wanita merasa sakit. Selain dalam penanganan yang
efektif dan pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu
harus dinyakinkan kembali tentang nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan,
bahwa ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa
payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya.
Ia membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan
yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui/memeras ASI
dari payudara yang terkena. Ia akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat
dukungan terus menerus dan bimbingan sampai ia benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain :
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada
payudaranya
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama
bayi menghendaki, tanpa pembatasan
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol
panas, sampai menyusui dapat dimulai lagi
3. Terapi antibiotik.
Terapi antibiotik diindikasikan pada :
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada
serta menunjukkan infeksi
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat puting pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah
pengeluaran ASI diperbaiki
Antibiotik laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap
Staphylococcusb aureus. Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin
mungkin paling tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya
dikultur dan sensivitas bakteri antibiotik ditentukan.
Antibiotik Dosis
1. Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
2. Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
3. Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
4. Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
5. Sefaleksin 250-500 mg setiap 6 jam
Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain :
Berikan antibiotik
Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam
selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari.
Bantulah ibu agar tetap menyusui, bebat/sangga payudara, kompres dingin sebelum
meneteki untuk mengurangi bengkan dan nyeri, berikan parasetamol 500 mg per
oral setiap 4 jam, Evaluasi 3 hari
4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesic. Ibuprofen
dipertimbangkan sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi
inflamasi dan nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat.
Istirahat sangat penting, karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan
frekuensi menyusui, sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu.
Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres
hangat pada payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan
yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan.
2.3.10 Komplikasi
Abses payudara, pengumpulan nanah di payudara, dan sepsis
2.5 ABSES PAYUDARA
2.5.1 Pengertian
Abses payudara merupakan penyakit yang sulit untuk sembuh
sekaligus mudah untuk kambuh. peluang kekambuhan bagi yang pernah mengalaminya
berkisar di antara 40-50 persen.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri, salah satunya
adalah Staphylococcus aureus. Bakteri yang secara alami bisa ditemukan pada
kulit manusia itu bisa masuk apabila ada luka pada payudara terutama di sekitar
puting susu Merupakan komplikasi akibat peradangan payudara / mastitis yang
sering timbul pada minggu ke dua post partum (setelah melahirkan), karena
adanya pembengkakan payudara akibat tidak menyusui dan lecet pada puting susu.
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara
terjadi apabila mastitis tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberat
infeksi.
Breast abscess adalah akumulasi nanah pada jaringan
payudara. Hal ini biasanya disebabkan oleh infeksi pada payudara. Cedera dan
infeksi pada payudara dapat menghasilkan gejala yang sama dengan di bagian
tubuh lainnya, kecuali pada payudara, infeksi cenderung memusat dan
menghasilkan abses kecil. Hal ini dapat menyerupai kista.
2.5.2 Gejala dan tanda
a. Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.
b. Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.
c. Benjolan terasa lunak karena berisi nanah.
Kadang-kadang keluar cairan nanah melalui puting susu. Bakteri terbanyak
penyebab nanah pada payudara adalah stafilokokus aureus dan spesies
streptokokus.
d. Pada lokasi payudara yang terkena akan tampak
membengkak.Bengkak dengan getah bening dibawah ketiak
e. Nyeri dan teraba masa yang fluktuatif atau empuk
f. Sensasi rasa panas pada area yang terkena
g. Demam dan kedinginan, menggigil
h. Rasa sakit secara keseluruhan
i. Malaise, dan timbul limfadenopati pectoralis,
axiller, parasternalis, dan subclavia.
2.5.3 Diagnosis
Untuk memastikan diagnosisnya perlu dilakukan aspairasi
nanahnya, differensial diagnosisnya galactoele, fibroadenoma dan carcinom.
2.5.4 Penyebab dan Faktor Resiko
Penyebab:
Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang
umum ditemukan pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi terjadi
khususnya pada saat ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang
rusak, biasanya pada puting susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area yang
terinfeksi akan terisi dengan nanah.
Infeksi pada payudara tidak berhubungan dengan menyusui
harus dibedakan dengan kanker payudara. Pada kasus yang langka, wanita muda
sampai usia pertengahan yang tidak menyusui mengalami subareolar abscesses
(terjadi dibawah areola, area gelap sekitar puting susu). Kondisi ini
sebenarnya terjadi pada perokok.
Faktor risiko
a. Diabetes mellitus
Selain diabetes dan obesitas yang merupakan faktor risiko
utama, beberapa faktor lain ternyata dapat meningkatkan risiko abses payudara.
Hal ini terungkap dalam sebuah penelitian di University of Iowa, yang
dipublikasikan dalam Journal of The American College of Surgeons edisi Juli
2010.
b. Perokok berat
Salah satu faktor yang dimaksud adalah rokok, yang dapat
meningkatkan risiko abses payudara 6 kali lipat dibanding pada wanita yang
tidak merokok. Selain itu, rokok juga membuat peluang kekambuhan melonjak
hingga 15 kali lipat. Dari sejumlah pasien yang mengalami kekambuhan, 60 persen
di antaranya merupakan perokok berat. Oleh karena itu, peneliti menyarankan para
pendeita abses yang merokok untuk menghentikan kebiasaanya agar risiko kambuh
bisa dikurangi.
Dalam penelitian ini, para ahli melibatkan 68 wanita yang
mengalami abses payudara, termasuk 43 wanita perokok dan 9 wanita yang memiliki
tindik di putingnya. Seluruh partisipan tidak memiliki riwayat kanker payudara
dan tidak sedang menjalani penyinaran dengan radiasi maupun operasi payudara
dalam 12 bulan terakhir.
Risiko untuk mengalami abses payudara pada wanita yang
putingnya ditindik cenderung meningkat pada kurun waktu hingga 7 tahun sejak
tindik dibuat.
1. Infeksi setelah melahirkan
2. Kelelahan
3. Anemia
4. Penggunaan obat steroid
5. Rendahnya sistem imun
6. Penanaman silicon
2.5.5 Pencegahan
a. Beberapa ibu memiliki puting susu yang rata dan
membuat menyusui adalah hal yang sulit atau tidak mungkin. Untuk memperbaiki
hal ini, Hoffman’s exercises dapat dimulai sejak 38 minggu kehamilan. Oles
sedikit pelicin (contoh Vaseline) pada areola. Dua ruas jari atau satu jari dan
jempol diletakkan sepanjang sisi puting susu dan kulit dengan lembut ditarik
dengan arah horizontal. Kemudian, gerakan ini di ulang dengan arah horizontal,
lakukan pada keduanya beebrapa kali. Jika latihan ini dilakukan beberapa kali
per hari, akan membantu mengeluarkan puting susu. Metode alternatif adalah
penarikan puting susu, digunakan pada lapisan khusus di dalam bra pada saat
kehamilan.
b. Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum
dan setelah menyusui.
c. Setelah menyusui, puting susu dapat diberikan salep
lanolin atau vitamin A dan D
d. Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada
payudara
e. Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan
f. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan
saluran, kosongkan payudara dengan cara memompanya
g. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk
mencegah robekan/luka pada puting susu.
h. Minum banyak cairan.
i. Menjaga kebersihan puting susu.
j. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.
2.5.6 Penanganan dan Pengobatan
a. Diperlukan anastesi umum (ketamin)
b. Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola,
kepinggir supaya tidak memotong saluran ASI
c. Pecahkan kantung pus dengan tissue forceps atau
jari tangan
d. Pasang tampon dan drain
e. Tampon dan drain diangkat setelah 24 jam
f. Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10
hari
g. Sangga payudara
h. Kompres dingin
i. Berikan paracetamol 500 mg setiap 4 jam sekali
bila diperlukan
j. Ibu didorong tetap memberikan ASI walau pus
k. Lakukan follow up setelah pemberian pengobatan
selama 3 hari.
2.6 ABSES PELVIS
2.6.1 Pengertian
Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi
bagian atas. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam
rahim), saluran tuba, indung telur, miometrium (otot rahim), parametrium dan
rongga panggul. Penyakit radang panggul merupakan komplikasi umum dari Penyakit
Menular Seksual (PMS).
Peradangan tuba falopii terutama terjadi pada wanita yang
secara seksual aktif. Resiko terutama ditemukan pada wanita yang memakai IUD.
Bisasanya peradangan menyerang kedua tuba. Infeksi bisa menyebar ke rongga
perut dan menyebabkan peritonitis.
2.6.2 Etiologi
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi
pada saluran genital bagian bawah, yang menyebar ke atas melalui leher rahim.
Butuh waktu dalam hitungan hari atau minggu untuk seorang wanita menderita
penyakit radang panggul. Bakteri penyebab tersering adalah Neiserreia
Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peradangan dan kerusakan
jaringan sehingga menyebabkan berbagai bakteri dari leher rahim maupun vagina
menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini adalah kuman penyebab PMS.
Proses menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi karena hilangnya lapisan
endometrium yang menyebabkan berkurangnya pertahanan dari rahim, serta
menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (darah menstruasi).
Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:
1. Aktinomikosis (infeksi bakteri)
2. Skistosomiasis (infeksi parasit)
3. Tuberkulosis.
4. Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen
khusus.
2.6.3 Faktor Resiko
Wanita yang aktif secara seksual di bawah usia 25 tahun
berisiko tinggi untuk mendapat penyakit radang panggul. Hal ini disebabkan
wanita muda berkecenderungan untuk berganti-ganti pasangan seksual dan
melakukan hubungan seksual tidak aman dibandingkan wanita berumur. Faktor
lainnya yang berkaitan dengan usia adalah lendir servikal (leher rahim). Lendir
servikal yang tebal dapat melindungi masuknya bakteri melalui serviks (seperti
gonorea), namun wanita muda dan remaja cenderung memiliki lendir yang tipis
sehingga tidak dapat memproteksi masuknya bakteri.
Faktor resiko terjadinya PID:
1. Aktivitas seksual pada masa remaja
2. Berganti-ganti pasangan seksual
3. Pernah menderita PID
4. Pernah menderita penyakit menular seksual
5. Pemakaian alat kontrasepsi yang bukan penghalang.
2.6.4 Tanda dan Gejala
Gejala biasanya muncul segera setelah siklus menstruasi.
Penderita merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan
disertai oleh mual atau muntah. Biasanya infeksi akan menyumbat tuba falopii.
Tuba yang tersumbat bisa membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa
terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan
kemandulan.
Infeksi bisa menyebar ke struktur di sekitarnya, menyebabkan
terbentuknya jaringan parut dan perlengketan fibrosa yang abnormal diantara
organ-organ perut serta menyebabkan nyeri menahun.
Di dalam tuba, ovarium maupun panggul bisa terbentuk abses
(penimbunan nanah). Jika abses pecah dan nanah masuk ke rongga panggul,
gejalanya segera memburuk dan penderita bisa mengalami syok. Lebih jauh lagi
bisa terjadi penyebaran infeksi ke dalam darah sehingga terjadi sepsis.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada PID:
a. Keluar cairan dari vagina dengan warna, konsistensi
dan bau yang abnormal
b. Demam
c. Perdarahan menstruasi yang tidak teratur atau
spotting (bercak-bercak kemerahan di celana dalam
d. Kram karena menstruasi
e. Nyeri ketika melakukan hubungan seksual
f. Perdarahan setelah melakukan hubungan seksual
g. Nyeri punggung bagian bawah
h. Kelelahan
i. Nafsu makan berkurang
j. Sering berkemih
k. Nyeri ketika berkemih.
2.6.5 Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik. Dilakukan pemeriksaan panggul dan perabaan perut.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Pemeriksan cairan dari serviks
3. Kuldosentesis
4. Laparoskopi
5. USG panggul.
2.6.6 Penatalaksanaan
Berdasar derajat radang panggul, maka pengobatan dibagi
menjadi :
1. Pengobatan rawat jalan.
Pengobatan rawat jalan dilakukan kepada penderita radang
panggul derajat I.
Obat yang diberikan ialah :
a) Antibiotik : sesuai dengan Buku Pedoman Penggunaan
Antibiotik.
b) Ampisilin 3.5 g/sekali p.o/ sehari selama 1 hari dan
Probenesid 1 g sekali p.o/sehari selama 1 hari. Dilanjutkan Ampisilin 4 x 500
mg/hari selama 7-10 hari, atau
c) Amoksilin 3 g p.o sekali/hari selama 1 hari dan
Probenesid 1 g p.o sekali sehari selama 1 hari. Dilanjutkan Amoxilin 3 x 500
mg/hari p.o selama 7 hari, atau
d) Tiamfenikol 3,5 g/sekali sehari p.o selama 1 hari.
Dilanjutkan 4 x 500 mg/hari p.o selama 7-10 hari, atau
e) Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari p.o selam 7-10 hari,
atau
f) Doksisiklin 2 x 100 mg/hari p.o selama 7-10 hari,
atau
g) Eritromisin 4 x 500 mg/hari p.o selama 7-10 hari.
h) Analgesik dan antipiretik.
i) Parasetamol 3 x 500 mg/hari atau
j) Metampiron 3 x 500 mg/hari.
2. Pengobatan rawat inap.
Pengobatan rawat inap dilakukan kepada penderita radang
panggul derajat II dan III.
Obat yang diberikan ialah :
a) Antibiotik : sesuai dengan Buku Pedoman Penggunaan
Antibiotik.
b) Ampisilin 1g im/iv 4 x sehari selama 5-7 hari dan
Gentamisin 1,5 mg – 2,5 mg/kg BB im/iv, 2 x sehari slama 5-7 hari dan
Metronidazol 1 g rek. Sup, 2 x sehari selama 5-7 hari atau,
c) Sefalosporin generasi III 1 gr/iv, 2-3 x sehari
selama 5-7 hari dan Metronidazol 1 g rek. Sup 2 x sehari selama 5-7 hari.
d) Analgesik dan antipiretik
2.7 PERITONITIS
2.7.1 Pengertian
Adalah Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang
merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis
dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.
Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut
pelvioperitonitis.
Peritonitis berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe
uterus, parametritis yang meluas ke peritoneum, salpingo-ooforitis meluas ke
periyoneum, atau langsung sewaktu tindakan perabdominal.
Peritoritis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis
disebut pelvioperitonitis, bila meluas keseluruh rongga perineum disebut
peritonitis umum, dan ini sangat berbahaya yang menyebabkan kematian 33% dari
selurih kematian karena infeksi.
2.7.2 Tanda dan Gejala
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat
yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat
pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi
positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes
berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis,
atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita
geriatric.
Tanda gejala yang lain juga terjadi:
a) Nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi
b) Demam menggigil
c) Pols tinggi, kecil
d) Perut gembung tapi kadang-kadang ada diarrhea
e) Muntah
f) Pasien gelisah, mata cekung
g) Pembengkakan dan nyeri di perut
h) Demam dan menggigil
i) Kehilangan nafsu makan
j) Haus
k) Mual dan muntah
l) Urin terbatas
m) Bisa terdapat pembentukan abses.
n) Sebelum mati ada delirium dan coma
2.7.3 Komplikasi
Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis
bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi
komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
Komplikasi dini
a. Septikemia dan syok septic
b. Syok hipovolemik
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat
dikontrol dengan kegagalan multi system
d. Abses residual intraperitoneal
e. Portal Pyemia (misal abses hepar)
Komplikasi lanjut
a. Adhesi
b. Obstruksi intestinal rekuren
2.7.4 Penatalaksanaan dan Pengobatan
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis
adalah sebagai berikut :
a) Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan
focus utama dari penatalaksanaan medik.
b) Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan
muntah.
c) Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan
distensi abdomen.
d) Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk
memperbaiki fungsi ventilasi.
e) Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan
ventilator juga diperlukan.
f) Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab
kematian utama).
g) Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang
materi penginfeksi dan diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
h) Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.
Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Adanya antibiotika sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan pengobatan dengan obat-obat lain merupakan usaha yang terpenting.
Dalam memilih satu antibiotik untuk mengobati infeksi, terutama infeksi yang berat harus menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari kuman penyebab. Tapi sambil menunggu hasil test tersebut sebaiknya segera memberi dulu salah satu antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam keadaan yang begitu gawat.
Pada saat yang sekarang peniciline G atau peniciline setengah syntesis (ampisilin) merupakan pilihan yang paling tepat karena peniciline bersifat baktericide (bukan bakteriostatis) dan bersifat atoxis. Sebaiknya diberikan peniciline G sebanyak 5 juta S tiap 4 jam jadi 20 juta S setiap hari. Dapat diberikan sebagai iv atau infus pendek selama 5-10 menit.
Dapat juga diberikan ampiciilin 3-4 gr mula-mula iv atau im.
Staphylococ yang peniciline resisten, tahan terhadap penicilin karena
mengeluarkan penicilinase ialah oxacilin, dicloxacilin dan melbiciline.
Di samping pemberian antibiotic dalam pengobatannya masih diperlukan tindakan khusus untuk mempercepat penyembuhan infeksi tersebut. Karena peritonitis berpotensi mengancam kehidupan. Penderita disarankan mendapat perawatan di rumah sakit.
2.8 INFEKSI LUKA PERINEUM DAN LUKA ABDOMINAL
2.8.1 Pengertian
Infeksi luka perineum dan luka abdominal adalah peradangan
karena masuknya kuman-kuman ke dalam luka episotomi atau abdomen pada waktu
persalinan dan nifas, dengan tanda-tanda infeksi jaringan sekitar. Disebabkan
oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang
baik.
2.8.2 Tanda dan Gejala
Tanda gejala selalu ada yaitu luka, keluar cairan atau
darah. Tanda gejala kadang-kadang ada yaitu eitema ringan diluar insisi.
2.8.3 Penanganan
a) Bedakan antara wound abcess, wound seroma, wound
hematoma dan wound cellulitis. - wound abcess, wound seroma dan wound hematoma
suatu pengerasan yang tidak biasa dengan mengeluarkan cairan serous atau
kemerahan dan tidak ada/swedikit erithema sekitar luka insisi. Wound
cellulitis didapatkan eritema dan edema meluas mulai dari tempat insisi dan
melebar.
b) Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka dan
lakukan pengeluaran
c) Daerah jaitan yang terinfeksi dihilangkan dan
lakukan debridement
d) Bila infeksi sedikit tidak perlu di antibiotika
e) Bila infeksi relative superficial berikan ampisilin
500 mg per oral setiap 6 jam dan metronidazol 500 mg per oral 3 kali/hari
selama 5 hari
f) Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan
menyebabkan nekrosis, beri penisilin G 2 juta IV setiap 4 jam ( atau ampisilin
inj 1 g 4 x/hari) ditambah dengan gentamisin 5 mg/kg berat badan perhariIV
sekali ditambah dengan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas
selama 24 jam.
g) Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian
pembalutyang bersih dan sering diganti.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan
alat-alat genitalia dalam masa nifas. Masuknya kuman-kuman dapat terjadi dalam
kehamilan, waktu persalinan, dan nifas. Demam nifas adalah demam dalam masa
nifas oleh sebab apapun. (Rustam Mochtar, 1998)
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan,
seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen ( kuman masuk dari tempat
lain dalam tubuh), dan endogen ( dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang
terbanyak dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen
sebagai penghuni normal jalan lahir.
Yang termasuk ke dalam infeksi masa nifas yaitu metritis,
bendungan payudara, infeksi payudara, abses payudara, abses pelvis,
peritonitis, dan infeksi luka perineum dan luka abdominal.
DAFTAR PUSTAKA
Maternal Dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Manuaba Gde Ida Bagus.1999. Memahami Kesehatan Reproduksi
Wanita. Jakarta: Arcan
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta:
Salemba Medika. (hlm: 109-110)
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.
(hlm: 56-57).
Prawirohardjo Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta:PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo Sarwono. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan