MAKALAH ASFIKSIA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan
salah satu unsur penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai
sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu
hamil. Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan
periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi
(Safrina, 2011).
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka kematian bayi sebesar 34 kematian/1000
kelahiran hidup. Angka kematian bayi ini sebanyak 47% meninggal pada
masa neonatal, setiap lima menit terdapat satu neonatus yang
meninggal. Adapun penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia, salah
satunya asfiksia yaitu sebesar 27% yang merupakan penyebab
ke-2 kematian bayi baru lahir setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Depkes
RI, 2008).
Faktor yang menyebabkan kejadian Asfiksia adalah
faktor ibu yaitu usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun (DepKes
RI, 2009). Kehamilan pada usia yang terlalu muda dan tua termasuk dalam
kriteria kehamilan risiko tinggi dimana keduanya berperan meningkatkan morbiditasdan mortalitas pada
ibu maupun janin (Widiprianita, 2010).
Baru baru lahir dengan asfiksia merupakan
salah salah satu faktor risiko yang mempunyai kontribusi yang cukup besar
terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi baru
lahir yang asfiksi sangat rentan terpengaruh bila tidak ditangani dengan cepat
dan tepat.
Tingginya kematian bayi karena kasus
asfiksia membuat kami tertarik untuk mengambil kasus asfiksia ini di Puskemas
Pleret.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A. Asfiksia
Pada Bayi Baru Lahir
Asfiksia pada bayi baru lahir adalah keadaan
dimana bayi baru lahir tidak bernapas secara spontan dan teratur. Bayi yang
mengalami gawat janin sebelumnya sering akan mengalami asfiksia sesudah
persalinan.
Penyebab terjadinya asfiksia adalah
beberapa keadaan ibu seperti preeklampsia dan eklampia, perdarahan abnormal
(plasenta previa, solusio placenta), partus lama/partus macet, demam selama
persalinan, infeksi berat (malaria,sifilis, TBC, HIV), kehamilan post matur
(sesudah 42 minggu kehamilan ) dan beberapa keadaan Tali pusat seperti Lilitan
tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat dan prolaps tali pusat yang
mengakibatkan aliran darah ke janin berkurang sehingga aliran oksigen ke janin
juga berkurang yang mengakibatkan terjadinya gawat janin yang menyebabkan
asfiksia bayi baru lahir. Beberapa keadaan bayi walaupun tanpa didahului tanda
gawat janin, seperti bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan
sulit (letak lintang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, forsep),
kelainan congenital, air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru
lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat
gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,
kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama
atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana
bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini
disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi
lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi
tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi
bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala
lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999) .
B. Etiologi
/ Penyebab Asfiksia
Beberapa
kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia
bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi
asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat
menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah
faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu
· Preeklampsia
dan eklampsia
· Pendarahan
abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
· Partus
lama atau partus macet
· Demam
selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
· Kehamilan
Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
· Lilitan
tali pusat
· Tali
pusat pendek
· Simpul
tali pusat
· Prolapsus
tali pusat
3. Faktor Bayi
· Bayi
prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
· Persalinan
dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
· Kelainan
bawaan (kongenital)
· Air
ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui
faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila
ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan
ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan
tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan
penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu,
penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan
persalinan.
C. Perubahan
Patofiologis dan Gambaran Klinis
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi
janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas
atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan
terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi
dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita
asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam
periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan
metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat
pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi
akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen
tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang.
Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan
oleh beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilangnya
sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya
asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
3. Pengisian
udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem
sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).
Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
· Tidak
bernafas atau bernafas megap-megap
· Warna
kulit kebiruan
· Kejang
· Penurunan
kesadaran
D. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya
merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia /
hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda
gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung
umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah
100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu
merupakan tanda bahaya
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada
artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi
dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala
dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat
dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan
lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh
darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya
pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda
bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
(Wiknjosastro, 1999)
E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi
bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan
dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien
clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan
keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :
· Penafasan
· Denyut
jantung
· Warna
kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).