MAKALAH ISSUE KEBIDANAN KOMUNITAS PADA BAYI DI KOMUNITAS
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pelayanan kebidanan
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
mewujudkan kesehatan keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan adalah
pelayanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan kewenangannya untuk
meningkatkan kesehatan ibu dan anak di keluarga maupun di masyarakat. Dalam
rangka pemberian pelayanan kebidanan pada ibu dan anak di komunitas diperlukan
bidan komunitas yaitu bidan yang bekerja melayani ibu dan anak di suatu wilayah
tertentu.
Komunitas berasal dari
bahasa Latin yaitu “Communitas” yang berarti kesamaan, dan juga “communis” yang
berarti sama, publik ataupun banyak. Dapat diterjemahkan sebagai kelompok orang
yang berada di suatu lokasi/ daerah/ area tertentu (Meilani, Niken dkk, 2009 :
1). Menurut Saunders (1991) komunitas adalah tempat atau kumpulan orang atau
sistem sosial.
Pelaksanaan pelayanan
kebidanan komunitas didasarkan pada empat konsep utama dalam pelayanan
kebidanan yaitu : manusia, masyarakat/ lingkungan, kesehatan dan pelayanan
kebidanan yang mengacu pada konsep paradigma kebidanan dan paradigma sehat
sehingga diharapkan tercapainya taraf kesejahteraan hidup masyarakat
(Meilani, Niken dkk, 2009)
Namun dalam kebidanan
Komunitas terdapat juga issue kesehatan yang menajdi sebuah masalah kebidanan
di Komunitas yang dijumpai dalam kebidan komunitas dan menjadi salah satu peran
tugas dan tanggung jawab bidan dalam menangani masalah tersebut, diantaranya
adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Diare pada Bayi dan Kematian Bayi.
Berdasarkan data di
atas, penulis tertarik untuk mengambil judul “Makalah Issue-issue pada Bayi di
Komunitas dan Penanganannya”.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut
dirumuskan masalah “Bagaimana Upaya Pemerintah untuk Mengatasi Issue-issue pada
Bayi di Komunitas?”
Ruang lingkupnya yaitu dengan
adanya fasilitas pelayanan pemeriksaan bayi baru lahir di komunitas maka
sebagai batasan dalam penyusunan makalah ini penulis hanya membatasi tentang
Asuhan Kebidanan Komunitas pada Masalah Bayi di Komunitas.
C.
Tujuan Penulisan
Setelah melakukan pengkajian
issue-issue pada bayi di komunitas diharapkan penulis mampu memberikan asuhan
kebidanan komunitas sesuai dengan kewenangan bidan di komunitas.
D.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini
sebagi berikut :
Bab I Pendahuluan
Meliputi: Latar Belakang, Rumusan
Masalah, Tujuan Penulisan, Sistematika Penulisan.
Bab II Pembahasan
Bab III Penutup
Meliputi: Simpulan dan Saran
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR)
Bayi Berat Lahir Rendah (kurang
dari 2500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap
kematian perinatal dan neonatal . Menurut Depkes RI BBLR bersama kehamilan
prematur mengakibatkan gangguan yang menjadi penyebab nomor 3 kematian masa
perinatal di rumah sakit tahun 2005 (Dinkes, 2008).
Berdasarkan profil Dinas kesehatan,
dan hasil pengumpulan data indikator kesehatan propinsi yang berasal dari
fasilitas pelayanan kesehatan, proporsi BBLR pada tahun 2000 berkisar antara
0,91% (gorontalo) dan 18,89% (jawa tengah), sedangkan pada tahun 2001 berkisar
antara 0,54% Nangro Aceh Darussalam (NAD) dan 6,90% (sumatera utara). Angka
tersebut belum mencerminkan kondisi sebenarnya yang ada di masyarakat karena
belum semua berat badan bayi yang dilahirkan dapat dipantau oleh petugas
kesehatan, khususnya yang ditolong oleh dukun atau tenaga non kesehatan Iainnya
(Dinkes, 2008)
Secara umum Indonesia belum
mempunyai angka untuk bayi berat lahir rendah (BBLR) yang diperoleh berdasarkan
survey nasional. Proporsi BBLR ditentukan berdasarkan estimasi yang sifatnya
sangat kasar, yaitu berkisar antara 7 - 14% selama periode 2000-2009. Jika
proporsi ibu hamil adalah 2,5% dari total penduduk maka setiap tahun
diperkirakan 355.000 - 71 0.000 dari 5 juta bayi lahir dengan kondisi BBLR
(Profil Kesehatan,2009).
1. Pengertian
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Menurut Yushanta (2001), Bayi Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada
saat kelahiran kurang dari 2.500 gram. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir
kurang dari 2.500 gram atau sama dengan 2.500 gram disebut prematur. Pada tahun
1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2.500
gram disebut Low Birth Weight Infants (BBLR).
2. Penyebab
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Menurut Depkes (1993) terdapat tiga
faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR, yaitu:
a.
Faktor Ibu
1) Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung
dengan kehamilan misalnya perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis,
diabetes mellitus, toksemia gravidarum, dan nefritis akut.
2) Umur Ibu
Angka kejadian prematuritas
tertinggi ialah pada usia < 20 tahun, dan multi gravida yang jarak kelahiran
terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada usia antara 26 - 35 tahun.
3) Keadaan Sosial
Ekonomi
Keadaan ini sangat berperanan
terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat pada golongan
sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik
(khususnya anemia) dan pelaksanaan antenatal yang kurang. Demikian pula
kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah.temyata
lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang lahir dari perkawinan yang sah.
4) Sebab Lain
Ibu perokok, ibu peminum alkohol
dan pecandu obat narkotik.
b.
Faktor Janin
Hidramion, kehamilan ganda dan
kelainan kromosom.
c.
Faktor Lingkungan
Tempat tinggal di dataran tinggi
radiasi dan zat-zat racun.
3. Komplikasi
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Komplikasi yang terjadi pada bayi
BBLR antara adalah:
a.
Kerusakan bernafas: fungsi organ belum sempuma.
b.
Pneumonia, aspirasi: refleks menelan dan batuk belurn sempurna.
c.
Perdarahan intraventrikuler: perdarahan spontan di ventrikel otak lateral
disebabkan anoksia dan menyebabkan hipoksia otak yang dapat menimbulkan
terjadinya kegagalan peredaran darah sistemik.
4. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR)
Kebijakan pemerintah dalam pembangunan kesehatan menuju indonesia sehat
2010 menempatkan kesehatan ibu dan anak sebagai prioritas. Kesehatan anak
merupakan aset yang akan menentukan masa depan bangsa. Salah satu indikator
yang berhubungan dengan priode bayi dan neonatus adalah angka kematian bayi
(AKB). Angka kematian bayi (AKB) atau Infat Mortality Rate (IMR)
merupakan jumlah kematian bayi di bawah usia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup.
Angka ini merupakan indikator yang sensitif terhadap ketersedian, pemanfaatan
dan kualitas pelayanan kesehatan terutama pelayanan prenatal
sehingga indikator ini sering di gunakan dalam menentukan kebijakan
pemerintahan. Angka kematian bayi (AKB) pada tahun pada tahun 2000 adalah 44
per 1000 kelahiran hidup berdasarkan hasil survai penduduk Antara sensus
(SUPAS). Sementara estimasi SUSENAS (Survey Sosial Ekonomi Nasional), angka
kematian bayi adalah 50 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2001 (Rahman,
2008). AKB telah di turunkan dengan cepat selama kurun waktu 20 tahun terakhir,
namun menurut SDKI (survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) 2002-2003, AKB
masih 35 per 1000 kelahiran hidup (UNDP, 2004). Angka ini di anggap masih
tinggi, oleh karena itu perlu di lakukan intervensi terhadap masalah-masalah
penyebab kematian bayi untuk mendukung upaya percepatan penurunan AKB di
indonesia.
B. Angka
Kematian Bayi
Berbagai point penting MDGs
tersebut adalah tugas berat bagi pemerintahan Indonesia, MDGs yang ditargetkan
pada tahun 2015 telah sampai dan direalisasikan oleh negara-negara peserta
MDGs, berbicara di tingkatan Indonesia, sekadar mengingatkan bahwa Indonesia,
menurut UN World Population Projection dan proyeksi Bapenna, tahun 2009,
jumlah penduduk Indonesia diperkirakan 234 juta jiwa dan pada tahun 2010
menjadi 238 juta jiwa dengan laju penduduk kurun lima tahun terakhir mencapai
1, 26 persen, sebuah angka yang besar dalam populasi dunia dan menjadi point
utama yang harus dibenahi dalam MDGs.
Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia masih tergolong tinggi, jika dibandingkan dengan negara lain di
kawasan ASEAN. Berdasarkan Human Development Report 2010, AKB di Indonesia
mencapai 31 per 1.000 kelahiran."Angka itu, 5,2 kali lebih tinggi
dibandingkan Malaysia. Juga 1,2 kali lebih tinggi dibandingkan Filipina dan 2,4
kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan Thailand.
1. Pengertian
Kematian Bayi
Kematian bayi adalah kematian yang
terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia
tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi.
Angka Kematian Bayi menggambarkan
keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan
Angka Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian
neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan
oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program
untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan
program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan
suntikan anti tetanus.
2. Penyebab
Kematian Bayi
Tiga penyebab utama kematian bayi
adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), komplikasi perinatal dan diare.
Gabungan ketiga penyebab ini memberi andil bagi 75% kematian bayi. Pada 2001
pola penyebab kematian bayi ini tidak banyak berubah dari periode sebelumnya,
yaitu karena sebab-sebab perinatal, kemudian diikuti oleh infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA), diare, tetanus neotarum, saluran cerna, dan penyakit
saraf. Pola penyebab utama kematian balita juga hampir sama yaitu penyakit
saluran pernafasan, diare, penyakit syaraf – termasuk meningitis, encephalitis
dan tifus.
a.
Faktor Ibu
1)
Masa Kehamilan
a)
ANC
b)
Infeksi ibu hamil : rubela, sifilis, gonorhoe, malaria
c)
Gizi ibu hamil.
d)
Karakteristik ibu hamil : umur, paritas, jarak.
2)
Persalinan
a)
Partus macet/ lama : letak sunsang, bayi kembar, distocia.
b)
Tenaga Penolong Kehamilan.
b.
Faktor Janin
1)
Umur 0 – 7 hari : BBLR, Asfiksia
2)
Umur 8 – 28 hari : pneumonia, diare, tetanus, sepsis, kelainan kogenital.
3. Pencegahan
Kematian Bayi
Kematian bayi baru lahir dapat
dicegah dengan intervensi lingkungan dan perilaku. Upaya penyehatan lingkungan
seperti penyediaan air minum, fasilitas sanitasi dan higienitas yang memadai,
serta pengendalian pencemaran udara mampu meredam jumlah bayi meninggal.
"Untuk itu pemerintah tidak lelah mengampanyekan pentingnya upaya
kesehatan lingkungan dan perilaku hidup sehat”. Perawatan sederhana seperti
pemberian air susu ibu (ASI) dapat menekan AKB. Telah terbukti, pemberian ASI
eksklusif dapat mencegah 13% kematian bayi dan bahkan 19/0 jika dikombinasikan
dengan makanan tambahan bayi setelah usia 6 bulan.
4. Penanggulangan
Kematian Bayi
Dari gambaran penyakit penyebab
kematian neonatal di Indonesia, dan permasalahan kesehatan neonatal yang
kompleks dimana dipengaruhi oleh faktor medis, sosial dan budaya (sama dengan
permasalahan kesehatan maternal) maka:
a.
Bidan di desa atau petugas kesehatan harus mampu melakukan:
1) Perawatan terhadap
bayi neonatal.
2) Promosi perawatan
bayi neonatal kepada ibunya.
3) Pertolongan pertama
bayi neonatal yang mengalami gangguan atau sakit.
b.
Kepala Puskesmas dan jajarannya mempunyai komitmen yang
tinggi dalam melaksanakan:
1) Deteksi dan
penanganan bayi neonatal sakit
2) Persalinan yang
ditolong/didampingi oleh tenaga kesehatan
Pembinaan bidan di desa dan pondok bersalin di desa
PONED dengan baik dan lengkap (obat, infus, alat-alat emergensi).
Pembinaan bidan di desa dan pondok bersalin di desa
PONED dengan baik dan lengkap (obat, infus, alat-alat emergensi).
3) Organisasi
transportasi untuk kasus rujukan
c.
Kepala Dinkes Dati II dan atau RS Dati II dan jajarannya mempunyai komitmen
yang tinggi dalam melaksanakan:
1)
Fungsi RS Dati II sebagai PONEK 24 jam.
2)
Sistem yang tertata sehingga memberi kesempatan kepada keluarga bayi neonatal
dari golongan tidak mampu untuk mendapatkan pelayanan standar, termasuk
pertolongan gawat darurat di RS Dati II dengan biaya terjangkau.
3)
Pelayanan berkualitas yang berkesinambungan.
4)
Pembinaan teknis profesi kebidanan untuk bidan yang bekerja.
5)
Puskesmas/desa melalui pelatihan, penyegaran pengetahuan dan keterampilan,
penanganan kasus rujukan.
d.
Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan neonatal emergency care
di Puskesmas dan RS Dati II.
C. Diare
pada Bayi
Diare merupakan salah satu masalah
kesehatan utama di negara berkembang, termasuk indonesia. Di Indonesia,
penyakit diare adalah salah satu
penyebab kematian utama setelah
infeksi saluran pernafasan. Angka kematian akibat diare di Indonesia masih
sekitar 7,4%. Sedangkan angka kematian akibat diare persisten lebih tinggi
yaitu 45% (solaiman, EJ, 2001). Sementara itu, pada survey morbiditas yang
dilakukan oleh depkes tahun 2001, menemukan angka kejadian diare di indonesia
adalah berkisar 200-374 per 1000 penduduk. Sedangkan menurut SKRT 2004, angka
kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk dan angka kematian akibat diare
pada balita adalah 75 per 100.000 balita.
Insiden penyakit diare yang
berkisar antara 200-374 dalam 1000 penduduk, dimana 60-70% diantaranya
anak-anak usia dibawah 5 tahun. Penyakit diare ini adalah penyakit yang multi
faktoral, dimana dapat muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi
yang kurang serta akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah. Oleh
karena itu, keberhasilan menurunkan serangan diare sangat tergantung dari sikap
setiap anggota masyarakat, terutama membudayakan pemakaian larutan oralit dan
cairan rumah tangga pada anak yang menderita diare.
1. Pengertian
Diare
Diare adalah defekasi encer lebih
dari 3x sehari dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja (Suandi,
1999).
2. Penyebab
Diare
Menurut Suandi, 1999 ditinjau dari
patofisiologinya sebagai berikut:
a.
Diare Sekresi (virus atau kuman, hiperperistaltik usus halus, defisiensi imun
atau SIgA).
b.
Diare Osmotik (malabsorpsi makanan, Kurang Energi Protein, BBLR).
3. Pencegahan
Diare
Salah satu pencegahan diare adalah
dengan memberikan ASI Eksklusif kepada bayi selama 6 bulan, karena ASI memberi
semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan. Selain
itu, ASI juga mengandung sistem kekebalan tubuh yang baik untuk kekebalan tubuh
bayi. Pemberian ASI Eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebakan
oleh diare.
Apabila bayi benar-benar mengalami
diare tidak ada alasan sama sekali untuk menghentikan ASI karena ASI mengandung
banyak manfaat.
4. Penanganan
Diare
Pemerintah telah membuat berbagai
kebijakan untuk mengatasi persoalan kesehatan anak, khususnya untuk menurunkan
angka kematian anak, diantaranya sebagai berikut:
a.
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pemerintah pelayanan kesehatan.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan
serta pemerintahan pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat telah di lakukan
berbagai upaya, salah satunya adalah dengan meletakkan dasar pelayanan
kesehatan pada sektor pelayanan dasar. Pelayanan dasar dapat dilakukan di
perpustakaaan induk, perpustakaan pembantu,posyandu,serta unit-unit yang
berkaitan di masyarakat. Bentuk pelayanan tersebut dilakukan ndalam rangka
jangkauan pemerataan pelayanan kesehatan. Upaya pemerataan tersebut dapat
dilakukan dengan penyabaran bidan desa, perawat komuniksi,fasilitas balai kesehatan,pos
kesehatan, desa, dan puskesmas keliling.
b.
Meningkatkan status gizi masyarakat
Peningkatkan status gizi masyarakat
merupakan merupakan bagian dari upaya untik mendorong terciptanya perbaikan
status kesehatan. Dengan pemerintah gizi yang baik diharapkan pertumbuhan dan
perkembangan anak akan baik pula, disamping dapat memperbaiki status kesehatan
anak. Upaya tersebut dapat dilakukan malalui berbagai kegiatan,di antaranya
upaya perbaikan gizi keluarga atau dikenal dengan nama UPKG. Kegiatan UPKG
tersebut didorong dan diarahkan pada peningkatan status gizi, khususnya pada
masyarakat yang rawan atau memiliki resiko tinggi terhadap kematian atau
kesakitan. Kelompok resiko tinggi terdiri anak balita, ibu hamil, ibu menyusui,
dan lansia yang golongan ekonominya rendah. Melalui upaya tersebut. Peningkatan
kesehatan akan tercakup pada semua lapisan masyarakat khususnya pada kelompok
resiko tinggi.
c.
Meningkatkan peran serta masyarakat
Peningktan oeran serta masyarakat
dalam membantu ststus kesehatan inin penting, sebab upaya pemerintah
dalam rangka menurunkan kematian bayi dan anak tidak dapat dilakukan hanya oleh
pemerintah, melainkan peran serta masyarakat dengan keterlibatan atau
partisipasi secara langsung. Upaya masyarakat tersebut sangat menentukan
keberhasilan proram pemerintah sehingga mampu mangatasi berbagai masalah
kesehatan. Melalui peran serta masyarakat diharapkan mampu pula nbersifat
efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan. Upaya atau program kesehtan
antara lain pelayanan imunisasi, penyedian air bersih, sanitasi lingkungan,
perbaikan gizi dan lain-lain. Upaya tersebut akan memudahkan pelaksanaan
program kesehatan yang tepat pada sasaran yang ada.
d.
Meningkatkan manajemen kesehatan
Upaya meningkatan program pelayanan
keshatan anak dapat berjalan dan berhasil dengan baik bila didukung dengan
perbaikan dalam pengelolaan pelayanan kesahatan. Dalam hal ini adalah
meningkatan manajemen pelayanan malalui pendayagunaan tenaga kesehatan
profesonal yang mampu secara langsung mengatasi masalah kesehatan anak. Tenaga
kesehatan yang dimaksud antara lain tenaga perawat, bidan,dokter yang berada
diperpustakaan yuang secara langsung berperan dalam pemberian pelayanan
kesehatan.
BAB
III
PENUTUP
1. Simpulan
MDGs adalah kerja sama yang saling
menguntungkan bagi negara-negara pesertanya karena dapat menyelesaikan
permasalahan yang sedang dihadapai oleh suatu Negara secara bersama-sama.
Seperti yang kami bahas disini adalah mengenai diare pada bayi, bayi berat
lahir rendah dan kematian bayi. Diare dan bayi berat lahir rendah apabila tidak
dikelola dengan baik maka akan bermuara pada kematian bayi, sehingga akan
semakin meningkatkan Angka Kematian Bayi.
Pada dasarnya Angka Kematian Bayi
dapat dikurangi dengan cara mengurangi atau meniadakan factor-faktor penyebab
dari kematian anak tersebut. Seperti telah dijelaskan di atas jumlah kematian
bayi di Indonesia masih sangat tinggi.
Adapun solusi yang dapat kami
berikan yaitu dengan membenahi pihak-pihak yang berada dalam pemerintahan yang
diberikan wewenang dan tanggung jawab oleh presiden, peran menteri kesehatan
juga sangat penting disini. Peran tenaga kesehatan juga perlu dipertanyakan
apakah sudah melaksanakan kewajibannya atau tidak. Dan juga apakah kompetensi
yang dimiliki sudah baik atau perlu bimbingan dan belajar untuk meningkatkan
pengetahuannya.
2. Saran
1. Bagi
Pemerintah
Pemerintah hendaknya merencanakan
program-program baru yang lebih efektif untuk menangani masalah-masalah
kebidanan di komunitas. Selain itu diperlukan evaluasi dari pemerintah terhadap
program-program terdahulu yang telah dilaksanakan agar pemerintah mengetahui
keefektifan prgram tersebut.
2. Bagi Bidan
Sebaiknya bidan melaksanakan
program-program yang telah pemerintah tetapkan dan melaksanakan asuhan
kebidanan komunitas sesuai dengan kewenangannya dan kebutuhan masyarakat di
komunitasnya. Selain itu hendaknya bidan mampu melaksanakan perannya sebagai
pendidik di masyarakat, seperti memberikan pendidikan kesehatan terhadap kader
kesehatan di masyarakat mengenai upaya-upaya promotif dan preventif agar kader
tersebut mampu membagikan ilmu yang didapatnya dari bidan kepada masyarakat
yang lebih luas.
3. Bagi
Masyarakat
Sebaiknya masyarakat lebih tanggap
terhadap permasalahan yang ada di daerahnya. Serta lebih aktif dalam perannya
sebagai kader kesehatan, misalnya menggalakkan upaya-upaya kesehatan, terutama
upaya-upaya kesehatan promotif.
DAFTAR
PUSTAKA
Mansjoer, Arif dkk. 2009. Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC
Suandi, I.K.G. 1999. Seri Gizi
Klinik Diit pada Anak Sakit. Jakarta: EGC
WHO. 2007. Penyakit Bawaan
Makanan Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta: EGC
Yuliarti, Nurheti. 2010. Keajaiban
ASI Makanan Terbaik untuk Kesehatan, Kecerdasan dan Kelincahan si Kecil. Yogyakarta:
Andi
Post a Comment for "MAKALAH ISSUE KEBIDANAN KOMUNITAS PADA BAYI DI KOMUNITAS"